REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyatakan mencabut permohonan pengujian Perppu Cipta Kerja. Hal tersebut dikarenakan pada 21 Maret 2023 Perppu tersebut telah disetujui menjadi undang-undang.
"Pemohon menilai permohonan telah kehilangan objek," kata KSBSI.
Hal itu disampaikan KSBSI dalam sidang lanjutan atas uji formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) pada Kamis (6/4/2023) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sidang lanjutan ini digelar untuk empat perkara sekaligus, yakni perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Hasrul Buamona, Siti Badriyah, Harseto Setyadi Rajah, dkk; perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh KSBSI; perkara Nomor 14/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh 13 serikat pekerja; dan perkara Nomor 22/PUU-XXI/2023 dimohonkan oleh Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Para Pemohon perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023, Nomor 14/PUU-XXI/2023, dan perkara Nomor 22/PUU-XXI/2023 menyatakan melanjutkan pengajuan permohonan. Para Pemohon perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023 melalui Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum menyatakan melanjutkan persidangan sampai dengan diputuskan oleh MK. Sedangkan para Pemohon perkara Nomor 14/PUU-XXI/2023 dan perkara Nomor 22/PUU-XXI/2023, menyatakan melanjutkan pengajuan perkaranya karena telah mempersiapkan argumentasi berbeda.
"Untuk itu, terhadap Perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023, 14/PUU-XXI/2023, dan 22/PUU-XXI/202314 nanti untuk sidang selanjutnya akan dikirim pemberitahuan dari Kepaniteraan MK," kata Ketua MK Anwar Usman.
Diketahui, para Pemohon perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023 menyatakan Perppu Cipker bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 22A UUD 1945 serta Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 dan Nomor 91/PUU-XVII/2020. Menurut para Pemohon, subjektivitas Presiden untuk menerbitkan Perppu harus didasarkan pada keadaan yang objektif. Apabila diukur dari tiga tolok ukur, keberadaan Perppu ini tidak memenuhi syarat karena selama ini Pemerintah menggunakan UU 11/2020 (UU Cipta Kerja) untuk melaksanakan kebutuhan mendesak dalam penyelesaian masalah hukum yang masuk dalam ruang lingkupnya, dan selama ini tidak terjadi kekosongan hukum.
Sedangkan Pemohon Perkara Perkara Nomor 6/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh KSBSI menyebutkan 55 Pasal yang terdapat pada Perppu 2/2022 bertentangan dengan UUD 1945. Menurutnya norma yang terdapat pada Perppu tersebut menghilangkan hak konstitusional para buruh yang telah dijamin dalam UUD 1945 dan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Adapun permohonan Nomor 14/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian formil Perppu Cipta kerja diajukan oleh 13 serikat pekerja. Menurut para Pemohon, Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Pasal 22A UUD 1945. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945.
Sementara itu, Pemohon Perkara Nomor 22/PUU-XXI/2023 menilai Perppu Cipta Kerja melahirkan norma baru yang dapat merugikan kepentingan para Pemohon. Kerugian yang dialami para Pemohon diantaranya status hubungan kerja yang cenderung melegalkan praktik perjanjian kerja tertentu berkepanjangan, kaburnya konsep upah minimum, hilangnya minimum upah sektoral, berkurangnya hak runding serikat buruh.