REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, menanggapi soal pencopotan AKBP Muharomah Fajarini dari jabatannya sebagai kapolres Kulonprogo. Menurut Arsul, pencopotan seorang perwira Polri dari posisinya tidak selalu harus dipahami dalam konteks bahwa yang bersangkutan bersalah secara etik kepolisian.
"Bisa jadi yang bersangkutan sebenarnya tidak bersalah, namun agar efektivitas kepemimpinan satuan Polri di daerah tersebut tetap efektif, kemudian lebih mudah menegakkan wibawa ke depannya, maka dilakukan mutasi," kata Arsul kepada Republika, Jumat (7/4/2023).
Dalam konteks kapolres Kulonprogo, Arsul menilai perlu kejelasan lebih lanjut apakah yang bersangkutan dinilai salah atau tidak. Menurutnya bisa jadi AKBP Muharomah tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Sedangkan mutasi yang dilakukan agar membuat kerja kepolisian efektif. Ia menambahkan perlu ada deteksi dini terhadap potensi persoalan masyarakat berbasis isu agama.
Perwira Polri yang memimpin satuan kerja wilayah perlu lebih intensif lagi dan terus mendekati berbagai kelompok masyarakat. "Agar jangan terjadi hal-hal yang kemudian menyebabkan kontroversi berkepanjangan," ujarnya.
Kepolisian memutasi AKBP Mukaromah Fajarini dari jabatan kapolres Kulonprogo. AKBP Mukaromah Fajarini digantikan AKBP Nunuk Setyowati. Sebelumnya AKBP Nunuk menjabat kasubdit Binsatpam/Polsus Polda Jateng.
Adapun AKBP Fajarini dimutasi ke Pamen Polda DIY. Sebelumnya sempat viral kasus penutupan patung Bunda Maria di Sasana Adhi Rasa ST Yacobus di Degolang, Bumirejo, Lendah, Kulonprogo.