Sabtu 08 Apr 2023 18:00 WIB

Mengenal Imam Sa’id bin Al-Musayyab

Sa’id bin Al-Musayyab termasuk dalam jajaran Kubbarut Tabiin.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Mengenal Imam Sa’id bin Al-Musayyab. Foto:   Sahabat Nabi (Ilustrasi)
Foto: Republika
Mengenal Imam Sa’id bin Al-Musayyab. Foto: Sahabat Nabi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sa’id bin Al-Musayyab termasuk dalam jajaran Kubbarut Tabiin (tabi’in senior) yang semasa hidupnya senantiasa bersikap zuhud. Umat islam dapat turut mengambil pelajaran melalui sirah Imam Sa’id bin Al-Musayyab ini.

Dikutip dari buku Kisah Para Tabiin oleh Syaikh Abdul Mun'im Al-Hasyimi, Sesungguhnya sirah imam Sa’id bin Al-Musayyab ini merupakan pelajaran yang harum mewangi, dari tamannya itu kita dapat mengirup harumnya ketakwaan. Sebelum meninggalkannya, kita harus berkeliling terlebih dahulu untuk menyaksikan peran dari ahli fikih ini.

Baca Juga

Disebutkan di dalam kitab A’lamul Mauqi'in: Sesungguhnya ketika Abadilah telah meninggal dunia, yakni Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Az-Zubair, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, maka ilmu fikih di seluruh negeri dikuasai oleh para maula; ahli fikih Mekah adalah ‘Atha bin Abi Rabbah, ahli fikih Yaman adalah Thawus, ahli fikih penduduk Yamamah adalah Yahya bin Katsir, ahli fikih penduduk Bashrah adalah Al-Hasan, ahli fikih penduduk Syam adalah Makhul, dan ahli fikih Mekah adalah ‘Atha Al-Khurasani. Kecuali di Madinah, Allah Azza wa Jalla mengistimewakannya dengan seseorang yang berasal dari suku Quraisy, ahli fikih penduduk Madinah itu adalah Sa’id bin Al-Musayyab yang tak tertandingi.

Ahli fikih ini benar-benar menekuni bidang fikih dan dia hanya memerhatikan bidang tersebut. Adapun perkara yang dipelajari secara khusus olehnya adalah perkara-perkara yang diputuskan Rasulullah ﷺ, Abu Bakar, dan Umar. Dia mengambil sebagian ilmunya dari Zaid bin Tsabit dan mertuanya, Abu Hurairah, karena Sa’id bin Al-Musayyab adalah menantunya.

Perhatiannya terhadap hadits dilakukan melalui pengetahuannya tentang keputusan-keputusan Rasulullah ﷺ, sedangkan perhatiannya terhadap atsar dilakukan melalui pengetahuannya tentang keputusan-keputusan para khalifah dan ijtihad-ijtihad mereka. Dalam periwayatannya, Sa’id bin Al-Musayyab tampak sebagai orang yang benar-benar memahami fikih Al-Faruq Umar bin Al-Khattab, karena pada masa kekhalifahan Umar merupakan masa perkembangan yang sangat pesat dalam bidang fikih Islam, hukum, dan fatwa, disebabkan luasnya wilayah Daulah Islamiyyah dan terjadinya berbagai peristiwa yang menuntut fikih, hukum-hukum, dan fatwa-fatwa tersebut.

Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah selalu berijtihad terkait pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepadanya mengenai berbagai fakta yang terjadi dan tidak ditemukan di dalam nash Alquran maupun sunnah Rasulullah ﷺ, atau ketetapan hukum salah seorang sahabat, atau fatwa yang dapat diqiyaskan kepadanya. Dia memberikan fatwa dengan pendapatnya, sekiranya tidak keluar dari kebenaran serta tidak ada penyelewengan maupun kesesatan. Oleh karenanya, fatwa dari orang yang memberikan fatwa dengan berani ini senantiasa dikutip, karena para ulama fikih lain yang bersandar pada logika pun memuliakannya.

Kesimpulannya, sebelum meninggalkan sirah Sa’id bin Al Musayyab, dia adalah imam dari para ulama fikih di Madinah pada masa tabi’in. Dia tidak pernah menghalangi logika (ijtihad) jika memang diperlukan. Logikanya tersebut dibangun berdasarkan asas-asas yang benar yang dikembalikan dan dikokohkan dari ruh Alquran dan sunnah Rasulullah ﷺ. Demikianlah kesaksian dari salah seorang pemikir, Syekh Muhammad Abu Zuhrah, mengenai kebenaran Sa’id bin Al-Musayyab ahli fikih Madinah.

Rasulullah ﷺ bersabda di dalam haditsnya yang mulia, “Buatlah rumahmu menjadi lapang bagimu.”

Demikianlah Sa’id bin Al-Musayyab menentukan manhaj bagi dirinya, dia mengatakan, “Tidak ada satu rumah pun di Madinah yang menaungiku setelah rumahku sendiri, kecuali aku mendatangi putriku dan terkadang mengucapkan salam kepadanya (memasuki rumahnya).”

Didalam shalatnya, kekhusyukan merupakan senjata dan ciri khasnya. Ketika Burd (maula Sa’id bin Al-Musayyab) ditanya tentang shalatnya, dia menjawab, “Mengenai shalatnya di masjid, tentunya kita semua telah mengetahuinya (maksudnya, semua orang telah mengetahuinya). Sedangkan shalatnya di rumah, dia banyak melaksanakan shalat dengan membaca ‘Shad wal Qurani dzi dzikri’.”

Dia tidak pernah berbicara pada waktu shalat Jum’at, sampai dia selesai melaksanakan shalat dan imam pun telah pergi. Kemudian dia melaksanakan shalat beberapa rakaat, kemudian dia mendatangi murid-muridnya di majelis dan dihujani dengan pertanyaan.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement