REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bergerak cepat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait kasus penelantaran bayi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
KemenPPPA prihatin atas terjadinya kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. KemenPPPA berkomitmen terus memantau kasus ini agar hak korban sebagai anak tetap terpenuhi ke depannya.
"Kasus ini memberikan gambaran nyata masih adanya pengasuhan tidak layak anak di Indonesia," kata Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani, di Jakarta, Sabtu (8/4).
KemenPPPA menilai perlu gerakan masif bersama agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat, hingga keluarga harus bersinergi memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua.
KemenPPPA telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Selatan, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kalimantan Selatan, dan Dinas Sosial Kota Banjarmasin dalam upaya memberikan penanganan cepat dan pemenuhan hak korban.
Rini menerangkan, sepanjang Januari-April 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya di Kota Banjarmasin. Salah satunya adalah seorang balita yang sudah dikembalikan kepada orang tuanya yang belum berstatus menikah.
"Pemerintah daerah akan melakukan penjangkauan serta memberikan konseling kepada pasangan tersebut agar praktik pengasukan tidak layak anak tidak terulang kembali," tutur Rini.
Lebih lanjut, Rini menjelaskan bayi lainnya yang dibuang dalam kardus saat ini masih dalam penyelidikan kepolisian. Sang bayi mendapatkan perawatan intensif dari rumah sakit.
"Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, bayi tersebut diasuh oleh Calon Orang Tua Angkat (COTA) sementara yang ditunjuk oleh Dinas Sosial Kota Banjarmasin," kata Rini.
Alternatif lainnya dalam upaya penanganan kasus di atas, apabila orang tua korban tidak ditemukan, maka korban akan diserahkan kepada panti perawatan bayi milik Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan paling lama selama enam bulan. Selanjutnya dilakukan prosedur pengangkatan anak atau COTA dibantu oleh lembaga asuhan yang ditunjuk.
Berkaca dari kasus ini, Rini menegaskan, pentingnya upaya pencegahan tindakan pengasuhan tidak layak anak secara lebih intensif. Sebab strategi pencegahan harus dilakukan sebagai salah satu upaya mewujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030.
"Di antaranya penyelenggaraan program kesehatan reproduksi maupun program pencegahan perkawinan anak melalui satuan pendidikan, kelurahan, RT/RW," sebut Rini.