REPUBLIKA.CO.ID, KABUL — Cendekiawan Afghanistan mengkritik larangan pendidikan yang diterapkan Taliban terhadap anak-anak perempuan.
Pejabat tinggi Taliban memperingatkan ulama untuk tidak memberontak terhadap pemerintah atas kebijakan kontroversial tersebut.
Anak perempuan tidak bisa lagi bersekolah setelah keluar dari kelas enam di Afghanistan, termasuk larangan keras terhadap pendidikan perempuan di universitas-universitas. Perempuan juga dilarang keberadaannya di ruang publik, seperti taman, dan sebagian besar bentuk pekerjaan.
Pekan lalu, wanita Afghanistan dilarang bekerja di PBB, menurut badan global itu, meskipun Taliban belum membuat pengumuman resmi.
Pihak berwenang Taliban mengklaim, pembatasan pendidikan sebagai penangguhan sementara, bukan selamanya.
Namun sudah dua tahun sejak Taliban menguasai Afghanistan, larangan tersebut masih terus berlanjut.
Larangan tersebut telah menimbulkan kegemparan internasional yang sengit, meningkatkan isolasi negara pada saat ekonominya runtuh dan memperburuk krisis kemanusiaan di Afghanistan.
Dua ulama terkenal di Afghanistan mengatakan, bahwa pihak berwenang harus mempertimbangkan kembali keputusan mereka.
Oposisi publik terhadap kebijakan Taliban jarang terjadi, meskipun beberapa pemimpin Taliban telah menyuarakan ketidaksetujuan mereka dengan proses pengambilan keputusan.
Cendekiawan Afghanistan, Abdul Rahman Abid, mengatakan lembaga pendidikan harus diizinkan untuk menerima kembali anak perempuan dan perempuan melalui kelas terpisah, mempekerjakan guru perempuan, mengatur jadwal, dan bahkan membangun fasilitas baru.
Baca juga: Yang Terjadi Terhadap Tentara Salib Saat Shalahuddin Taklukkan Yerusalem
“Pengetahuan adalah wajib dalam Islam untuk pria dan wanita,” kata Abid kepada The Associated Press, “Dan Islam mengizinkan wanita untuk belajar,” tambahnya. “Putri saya tidak masuk sekolah, saya malu, saya tidak punya jawaban untuk putri saya,” katanya.
“Putri saya bertanya mengapa anak perempuan tidak diperbolehkan belajar dalam sistem Islam. Saya tidak punya jawaban untuknya,” ungkapnya dilansir dari Alarabiya, Ahad (9/4/2023).
Dia mengatakan reformasi diperlukan dan memperingatkan bahwa penundaan akan merugikan komunitas Islam global dan juga melemahkan pemerintah.
Cendekiawan lain, yang merupakan anggota Taliban, mengatakan masih ada waktu bagi kementerian untuk menyelesaikan masalah pendidikan anak perempuan. Toryali Himat mengutip kementerian yang terdiri dari lingkaran dalam pemimpin tertinggi, Hibatullah Akhundzada, yang berbasis di Kandahar.