Senin 10 Apr 2023 14:59 WIB

Kisah Ulama Sakaratul Maut Tapi Tetap Berpuasa

Puasa merupakan ibadah yang dilakukan para nabi dahulu.

Red: Erdy Nasrul
Jamaah membaca Alquran saat menunggu waktu berbuka puasa di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (5/4/2023). Saat bulan Ramadhan, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak beribadah seperti membaca Alquran, melaksanakan shalat sunnah, dan melakukan sedekah. Masjid Istiqlal menjadi salah satu masjid di Jakarta yang menyediakan beragam program bulan Ramadhan seperti kajian, buka puasa bersama, tarawih, posko pembayaran zakat dan beragam acara keagamaan lainnya yang dapat dimanfaatkan jamaah untuk meningkatkan kualitas ibadah di Bulan Suci Ramadhan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jamaah membaca Alquran saat menunggu waktu berbuka puasa di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (5/4/2023). Saat bulan Ramadhan, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak beribadah seperti membaca Alquran, melaksanakan shalat sunnah, dan melakukan sedekah. Masjid Istiqlal menjadi salah satu masjid di Jakarta yang menyediakan beragam program bulan Ramadhan seperti kajian, buka puasa bersama, tarawih, posko pembayaran zakat dan beragam acara keagamaan lainnya yang dapat dimanfaatkan jamaah untuk meningkatkan kualitas ibadah di Bulan Suci Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Berpuasa merupakan upaya menahan diri dari makan, minum, segala yang membatalkan puasa, berakhlak mulia, dan taqarrub ila Allah. Ibadah ini dilakukan mulai fajar hingga senja.

Ibadah satu ini sudah dilakukan para nabi sebelumnya. Bahkan, Nabi Adam berpuasa. Nabi Nuh berpuasa setiap hari. Kemudian Nabi Daud berpuasa sehari, hari setelahnya berbuka, kemudian lusa dia berpuasa lagi. Dan begitu seterusnya.

Baca Juga

Nabi Muhammad juga berpuasa. Sebagaimana ajaran Nabi Muhammad, umat Islam wajib berpuasa setiap hari sepanjang Ramadhan. Selain Ramadhan, umat Islam dianjurkan berpuasa pada senin, kamis, bidh, dan beberapa momentum lainnya.

Puasa adalah ibadah yang khusus. Tak ada batasan pahala dari Allah untuk orang berpuasa. Allah langsung yang mengganjar dan menentukan besaran pahala untuk mereka yang berpuasa. Fainnahu lii wa ana ajzi bihi, kata Allah dalam sebuah hadits qudsi. Artinya, “Sesungguhnya puasa adalah untukku, dan Aku langsung yang mengganjarnya.”

Nah, ada seorang alim yang mengakhiri hayatnya dalam keadaan berpuasa. Dia adalah Ibrahim bin Hani an-Naisaburi az-Zahid. Kisahnya tertulis dalam Kitab Siyarul ‘Alam an-Nubala. Imam Ahmad bin Hanbal sangat memuliakan dan menghormati Ibrahim bin Hani.

Sang alim disebut sebagai wali abdal. Berdasarkan riwayat para sufi, jumlah wali abdal di alam ini hanya tujuh orang. Salah satunya adalah Ibrahim bin Hani ini. 

Hidupnya dipenuhi dengan kezuhudan, lepas dari kecintaan kepada dunia, dan memperbanyak dekat kepada Allah dalam ibadah. Salah satu cara dia mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan berpuasa sebagaimana yang dilakukan para salafus shalih.

Meski dalam kesusahan, dia tetap berpuasa. Suatu ketika tubuhnya lemah sekali. “Aku sangat kehausan,” kata Ibrahim yang juga dipanggil dengan sebutan Abu Ishaq. Lalu putranya mengambilkan air.

Namun, Ibrahim tak langsung meminumnya. Dia bertanya, “Apakah matahari sudah tenggelam?” lalu putranya menjawab, “Belum.” Ibrahim pun enggan meneguk air. Dia tetap berpuasa. Ibrahim membaca Surah as-Shaffat ayat 61.

لِمِثْلِ هَٰذَا فَلْيَعْمَلِ ٱلْعَٰمِلُونَ

Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja

Demi menggapai kemenangan di hadapan Allah, dia tetap berpuasa. Karena itulah Ibrahim bin Hani tetap dalam keadaan puasa, menolak air minum pemberian anaknya, hingga akhirnya ajal menjemput sang alim kekasih Allah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement