REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite di bawah Rp 10 ribu per liter jika harga minyak dunia kembali melandai.
Harga minyak dunia sepanjang Maret 2023 sempat mengalami penurunan hingga ke level di bawah 70 dolar AS per barel. Namun, kembali mengalami kenaikan hingga 80 dolar AS per barel untuk acuan west texas intermediate (WTI) kontrak Mei.
Direktur Jenderal Migas, Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menuturkan, pemerintah akan mengevaluasi penyesuaian harga BBM Pertalite jika harga minyak dunia kembali turun ke level 65 dolar AS per barel hingga 70 dolar AS per barel.
"Dugaan kami antara dari 65 dolar AS per barel, kita harus berhitung bahwa ini (harga Pertalite) memang sebetulnya harus diturunkan. Kita akan berhitung," kata Tutuka kepada awak media di Kantor Pusat BPH Migas, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Jika ke depan harga minyak dunia masih bertahan pada kisaran 70 dolar AS ke atas, subsidi masih akan dibutuhkan untuk menjaga harga Pertalite di level Rp 10 ribu per liter.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menetapkan, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada bulan Maret 2023 mengalami penurunan sebesar 4,89 dolar AS per barel dari 79,48 dolar AS per barel pada Februari 2023 menjadi 74,59 dolar AS per barel.
Penetapan ICP Maret 2023 tercantum dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 131.K/MG.03/DJM/2023 tentang Harga Minyak Mentah Indonesia Bulan Maret 2023 tanggal 3 April 2023.
Berdasarkan analisis Tim Harga Minyak Mentah Indonesia, beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional yakni kekhawatiran pasar atas kondisi ekonomi global khususnya di kawasan Eropa dan AS yang disebabkan oleh penutupan Silicon Valley Bank pada 10 Maret 2023.
Itu disebabkan oleh kegagalan sistem perbankan terbesar di AS yang disebabkan antara lain penarikan dana besar-besaran oleh nasabah, meningkatkan ketidakpastian terkait inflasi, suku bunga dan aktifitas ekonomi di masa depan yang berdampak besar pada konsumsi minyak dan investasi global.
"Kekhawatiran para pelaku pasar seiring inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, meningkatkan kekhawatiran akan kenaikan suku bunga, penguatan nilai tukar Dolar dan perlambatan aktifitas ekonomi, serta berujung pada turunnya permintaan minyak mentah," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi.