REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan, terdapat transaksi mencurigakan di periode 2015 hingga 2022 sebesar Rp 18,7 triliun dari Rp 349 triliun. Transaksi tersebut tak berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tetapi merupakan transaksi operasional perusahaan dan korporasi.
Ada empat korporasi yang disebutnya, yakni PT A, PT B, PT C, dan PT F. Pertama adalah PT A adalah perusahaan perkebunan yang pemegang sahamnya adalah perseroan terbatas, dengan status wajib pajak aktif yang pengurusnya adalah warga negara asing.
"PT A transaksinya Rp 11,38 triliun ini transaksi 2017 hingga 2018 perusahaan perseroan terbatas bidangnya perkebunan," ujar Sri dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR, Selasa (11/4).
Laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat lima rekening dari PT A pada periode 2017-2018. Kesimpulan dari PPATK juga menyampaikan bahwa pada rekening itu tak ditemukan adanya aliran dana ke pegawai atau keluarga pegawai Kemenkeu.
Selanjutnya adalah PT B, yang merupakan perusahaan penanaman modal asing. PT B juga merupakan perusahaan yang bergerak di bidang otomotif dan pengurusnya adalah warga negara asing.
Penyelidikan terhadap PT B merupakan permintaan Inspektorat Jenderal Kemenkeu yang merupakan bagian dari audit investigasi rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) pegawainya. Adapun total transaksi dari di perusahaan tersebut sebesar 2,76 triliun.
Selanjutnya adalah PT C, yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia pertukaran data elektronik. Perusahaan tersebut disebut tak terkait dengan pegawai Kemenkeu, yang memiliki total transaksi 1,88 triliun.
Terakhir adalah PT F, yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan gedung. Total transaksi PT F sebesar Rp 452 miliar, pada periode transaksi 2017-2019 untuk 14 rekening.
Di samping itu, ia telah menerima 300 surat dari PPATK terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun. Dari 300 surat tersebut, 65 surat di antaranya memiliki nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp 253 triliun.
"Rp 253 triliun adalah data 2009 hingga 2023, terdiri dari 65 surat. Menurut surat PPATK tak terdapat transaksi yang terkait pegawai Kementerian Keuangan, tapi ini menyangkut tugas Kemenkeu dari sisi perpajakan, baik (Dirjen) Pajak dan Bea Cukai," ujar Sri.