REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan sebanyak 50 ribu pekerja informal dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dapat memiliki hunian rumah bersubsidi di tahun ini.
Kuota rumah bersubsidi tersebut bersumber dari total alokasi penyediaan pembiayaan rumah bersubsidi tahun ini sebanyak 229 ribu unit dengan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebesar Rp 25,18 triliun.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Herry Trisaputra Zuna menuturkan, porsi populasi pekerja informal di Indonesia yang tercatat saat ini mencapai sekitar 60 persen dari total jumlah pekerja.
Namun, akibat pekerja informal kalangan MBR banyak dipandang belum bankable, penyaluran rumah bersubsidi sejauh ini masih tetap lebih banyak ke sektor pekerja formal.
"Untuk bisa menyasar kelompok informal secara adil, harus ada aksi afirmasi sehingga di tahun 2023 kita canangkan dari 229 ribu kuota rumah sebanyak 0 ribu unit untuk pekerja informal. Ini butuh kerja keras," kata Herry dalam Diskusi BP Tapera bersama media di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Herry mengatakan, Kementerian PUPR bersama BP Tapera telah menyiapkan berbagai skema pembiayaan yang mudah dan terjangkau bagi pekerja informal MBR. Ia pun berharap layanan yang disiapkan pemerintah dapat optimal dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memiliki hunian pribadi.
Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana BP Tapera, Eko Arianto, menambahkan, dari target 50 ribu pekerja informal, sebanyak 30 ribu di antaranya berasal dari mereka yang tergabung dalam komunitas atau asosiasi.
Di antaranya, pengemudi taksi bluebird, go fleet, grab, dan gojek, anggota Asosiasi Seniman Rambut Garut (Asgar), serta para pedagang pasar yang tergabung dalam Ikatan Pedagang Pasar Indonesia.
Eko mengatakan, hingga saat ini belum ada data yang detail mengenai pekerja informal kalangan MBR di Indonesia. Oleh karena itu, BP Tapera akan menggandeng para agregator yakni asosiasi maupun komunitas untuk membantu melakukan pendataan anggota yang membutuhkan hunian.
Ia menuturkan, pemerintah akan menyiapkan skema pembiayaan cicilan yang lebih fleksibel bagi para pekerja sesuai kemampuan. Secara garis besar, nantinya mereka akan diminta terlebih dahulu menabung selama tiga bulan di bank agar mereka dapat menjadi bankable.
"Semuanya baik yang sudah bankable maupun unbankable mari kita garap karena mereka belum mendapatkan akses yang mudah dan terjangkau," kata Eko.