REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasib perlawanan hukum empat terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriasnyah Yoshua Hutabarat akan ditentukan pada Rabu (12/4/2023). Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta akan memutuskan apakah mengabulkan permohonan banding terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Bripka Ricky Rizal.
Bisa juga, hakim menolak upaya hukum di peradilan tingkat kedua itu, dengan menguatkan putusan yang sudah dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap keempat terdakwa tersebut. Pejabat Humas PT DKI Jakarta Binsar Pamopo Pakpahan kepada Republika.co.id, Selasa (11/4/2023) menyampaikan, sidang pembacaan putusan banding terhadap empat terdakwa akan dibacakan terbuka untuk umum.
Empat majelis hakim akan membacakan terpisah putusan banding masing-masing keempat terdakwa. Mengacu rencana, kata dia, majelis hakim pertama akan membacakan putusan banding terhadap terdakwa Ferdy Sambo.
"Sidang putusan banding akan dibacakan sesuai dengan nomor urut perkara. Dan nomor urut perkara 53, atas nama terdakwa Ferdy Sambo," kata Binsar lewat pesan singkat di Jakarta.
Selanjutnya, akan menyusul pembacaan putusan perkara 54 atas nama terdakwa Putri Candrawathi. Berikutnya, jika cukup waktu seharian, kata Binsar, majelis hakim ketiga akan melanjutkan dengan pembacaan putusan banding terhadap terdakwa Kuat Maruf, dan disusul untuk Ricky Rizal. Sidang pembacaan putusan banding, kata Binsar, dijadwalkan pertama tepat pukul 09.00 WIB.
"Dan sesuai dengan kebijakan kehumasan Mahkamah Agung (MA), persidangan pembacaan putusan banding perkara pidana para terdakwa tersebut, akan dilakukan terbuka untuk umum, dan akan disiarkan langsung kepada masyarakat," ujar Binsar.
Kebijakan untuk menyiarkan langsung pembacaan putusan banding di PT DKI Jakarta, merupakan terobosan keterbukaan baru di peradilan. "PT DKI Jakarta juga mempersiapkan poll TV agar masyarakat turut memantau proses persidangan," ucap Binsar Binsar menambahkan.
Adapun komposisi para pengadil banding, terdiri lima hakim tinggi yang akan memutus upaya hukum empat terdakwa tersebut. Di antaranya, hakim Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi. Lima hakim tinggi tersebut membagi tugas ke dalam empat majelis terpisah memeriksa perkara banding empat terdakwa tersebut.
Binsar menjelaskan, sidang banding terdakwa Ferdy Sambo, mendaulat Singgih Budi Prakoso sebagai ketua majelis. Banding terdakwa Putri Candrawathi mendaulat Ewit Soetriadi sebagai ketua majelis. Hakim H Mulyanto menjadi ketua majelis dalam sidang banding terdakwa Bripka Ricky Rizal.
Sedangkan Hakim Abdul Fattah menjadi ketua majelis untuk memeriksa perkara banding ajuan terdakwa Kuat Maruf. Masing-masing pengadil tersebut, menjadi hakim anggota pada setiap majelis. Banding dalam kasus pembunuhan di Duren Tiga 46 itu sebetulnya diajukan oleh dua pihak.
Para terdakwa, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal. Sementara jaksa penuntut umum (JPU) pun mengajukan memori kontra banding untuk melawan upaya hukum para terdakwa di pengadilan tingkat kedua tersebut. Banding para terdakwa itu lantaran tak puas dengan putusan PN Jaksel yang sudah dijatuhkan sebelumnya.
PN Jaksel dalam putusannya, menghukum mati Ferdy Sambo lantaran terbukti melanggar Pasal 340 KUH Pidana terkait dengan pembunuhan berencana Brigadir J. Hukuman mati tersebut lebih berat ketimbang tuntutan jaksa yang meminta hakim tingkat pertama menghukum Ferdy Sambo dengan penjara seumur hidup.
Terhadap Putri Candrawathi hakim pengadilan tingkat pertama menghukumnya dengan pidana 20 tahun penjara lantaran turut serta dalam merencanakan pembunuhan. Hukuman untuk isteri Ferdy Sambo itu, pun lebih berat dari tuntutan JPU yang meminta PN Jaksel menghukumnya selama 8 tahun penjara.
Hakim PN Jaksel juga menghukum Kuat Maruf dan Ricky Rizal masing-masing 15 dan 13 tahun penjara lantaran turut serta dalam pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 tersebut. Hukuman terhadap dua pembantu dan ajudan Ferdy Sambo itu pun lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta hakim PN Jaksel memberikan hukuman masing-masing 8 tahun.
Satu-satunya terdakwa yang tak mengajukan banding terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J tersebut, adalah Richard Eliezer yang dihukum oleh hakim PN Jaksel hanya selama satu tahun dan enam bulan penjara karena berstatus justice collaborator. Padahal JPU dalam tuntutannya, meminta hakim menghukum terdakwa Richard selama 12 tahun lantaran terbukti sebagai eksekutor pembunuhan.