REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengonsumsi lebih dari satu porsi minuman manis per pekan dapat meningkatkan risiko terkena sejumlah masalah kesehatan serius, termasuk kanker. Para ilmuwan memperingatkan agar setiap orang lebih menyadari bahaya tersebut.
Dikutip dari laman Daily Record, Rabu (12/4/2023), para ahli meninjau 8.601 studi untuk mengidentifikasi dan memeriksa hubungan antara konsumsi gula dan 45 kondisi kesehatan berbeda. Hasil tinjauan tersebut sudah diterbitkan di British Medical Journal (BMJ).
Hasil studi menunjukkan, konsumsi gula tambahan yang berlebihan dikaitkan dengan 45 kondisi kesehatan yang berbeda, termasuk serangan jantung dan strok. Dianjurkan untuk berpegang pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang konsumsi gula, yakmi maksimal enam sendok teh per hari.
Hal sama berlaku untuk minuman soda. Sebab, sekaleng soda rata-rata mengandung sekitar 10 sendok teh gula. Rekomendasi tersebut juga mewakili sekitar 45 gram cokelat atau dua gelas jus buah ukuran 150 ml yang direkomendasikan hanya dikonsumsi sekali sepekan.
Kelebihan konsumsi gula pun dapat memicu berbagai masalah, mulai dari kerusakan gigi hingga diabetes. Tinjauan yang mencakup 83 hasil kesehatan pada orang dewasa dan anak-anak itu menemukan adanya risiko peningkatan berat badan serta risiko penyakit jantung 17 persen lebih tinggi.
Ditemukan juga risiko asam urat empat persen lebih tinggi pada mereka yang sering mengonsumsi minuman manis. Para ilmuwan juga menemukan hubungan berbahaya antara konsumsi gula dan 18 masalah endokrin atau metabolisme, seperti diabetes, asam urat, dan obesitas.
Ada juga hubungan yang teridentifikasi antara minuman dan masalah kardiovaskular seperti tekanan darah tinggi, strok, serta tujuh jenis kanker. Selain itu, kelebihan konsumsi gula juga ditemukan terkait dengan masalah kesehatan seperti asma, depresi, dan kerusakan gigi.
Gula alami fruktosa, yang ditemukan di banyak jus buah, juga dikaitkan dengan risiko kanker pankreas 22 persen lebih besar untuk setiap jumlah konsumsi 25 gram sehari. Penulis studi mencatat bahwa studi bersifat observasional, sehingga butuh penelitian lebih lanjut untuk menyelidiki hubungan antara gula 'bebas' dan masalah kesehatan.