Rabu 12 Apr 2023 10:22 WIB

Jika Anas dan Moeldoko Bersatu Goyang Demokrat, Ini Kata Pengamat

Anas dinilai bisa lebih besar dari Demokrat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (tengah) berjalan menuju podium usai bebas dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas bersyarat dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin usai menjalani hukuman penjara sejak tahun 2014 lalu. Anas Urbaningrum menjalani program cuti menjelang bebas (CMB) dengan tetap wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Bandung.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (tengah) berjalan menuju podium usai bebas dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin, Jalan A.H. Nasution, Arcamanik, Kota Bandung, Selasa (11/4/2023). Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum resmi bebas bersyarat dari Lapas Kelas 1 Sukamiskin usai menjalani hukuman penjara sejak tahun 2014 lalu. Anas Urbaningrum menjalani program cuti menjelang bebas (CMB) dengan tetap wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ceo & Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, menganalisis mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum berpeluang bergabung dengan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko. Tujuannya, menggoyang kepengurusan Partai Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). 

Hanya saja, Pangi pesimistis upaya Anas untuk merongrong Demokrat lewat isu Hambalang bakal berdampak besar. Sebab menurutnya, era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berakhir. Anas disebut Pangi sebaiknya menggunakan cara lain kalau ingin melawan SBY. 

Baca Juga

"Anas bisa melakukan apapun, tergantung garis perjuangan beliau sebagai aktivis, yang beliau bilang perjuangan terhadap keadilan. Namun bagi saya Hambalang dan SBY sudah closing, nggak ngefek lagi. Anas berpikir pada yang lebih besar lagi, termasuk bergabung dengan Moeldoko ya mungkin saja kalau beliau mau," kata Pangi kepada Republika, Rabu (12/4/2023). 

Pangi mengamati, kalau pun Anas dan Moeldoko resmi berkongsi maka akan terjadi debat panas. Pasalnya, ia meragukan upaya Moeldoko merebut Demokrat sejalan dengan prinsip Anas dalam berpolitik. 

"Apakah Moeldoko takeover atau akuisisi Partai Demokrat yang beliau bukan siapa siapa dan bukan kader Demokrat itu yang sama yang dimaksud Anas sebagai gerakan api aktivis perjuangan keadilan?" ujar Pangi. 

Pangi juga memandang, isu perlawanan Anas terhadap SBY tak berlangsung lama. Perlawanan itu, lanjut dia, bakal berjalan panas kalau terjadi ketika SBY masih berkuasa. 

Dalam pidatonya saat keluar penjara, Anas memang melontarkan sindiran mengenai adanya pihak yang menggunakan pihak lain untuk menggebuk atau nabok nyilih tangan. Sindiran ini diduga ditujukan kepada SBY yang menggunakan KPK untuk memenjarakan Anas. 

"Anas ini lebih besar dari Demokrat, sayang hanya bicara Hambalang dan SBY beliau bisa kembali menjadi besar, karena kita pemaaf, meski hak politik Anas dicabut lima tahun," ujar Pangi. 

Selain itu, Pangi mengungkapkan, Anas memang ditakuti ketika masih aktif di Demokrat. Bahkan saat itu ada istilah Anas Effect yang bisa mengambil alih Partai Demokrat dari kubu Cikeas. Anas kala itu didukung banyak loyalis hingga berpeluang sebagai bakal calon presiden. Kini, Pangi menantikan apakah Anas masih punya taji seperti dulu atau tidak. 

"Mungkin kalau Anas nggak kena kasus Hambalang beliau yang berpotensi menjadi capres pada masa itu. Namun akhirnya realitas politik beda. Sekarang apa kekuatan politik Anas? Hak politiknya juga sudah dicabut, apakah memang masih sekuat dulu melawan partai Demokrat, SBY dan hambalang?" singgung Pangi. 

Diketahui, kubu Moeldoko dikabarkan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa kepengurusan Partai Demokrat. Hal ini disampaikan oleh AHY bahwa pada 3 Maret 2023 menerima informasi Moeldoko masih mencoba untuk mengambil alih Partai Demokrat. Hanya saja, kabar ini dibantah oleh Moeldoko. 

Adapun PK merupakan langkah terakhir menguji putusan Kasasi MA No.487 K/TUN/2022 yang telah diputus 29 September 2022.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement