REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat pada kuartal pertama tahun 2023. Itu merupakan indikasi pelemahan daya beli.
"Kami melihat di kuartal pertama tahun ini memang cukup jelas indikasi terjadinya perlambatan konsumsi rumah tangga, yang artinya itu adalah indikasi pelemahan dari sisi daya beli," kata Faisal dalam diskusi Quarterly Review CORE Indonesia yang dipantau virtual di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Faisal menuturkan salah satu indikator yang mencerminkan kondisi tersebut adalah Indeks Penjualan Riil (IPR), yang menunjukkan penjualan di sektor ritel mengalami perlambatan yang sangat signifikan, yakni hanya tumbuh 1,6 persen di kuartal pertama 2023. Menurut dia, pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kuartal pertama 2022 yang tumbuh hingga 12,5 persen.
Penurunan IPR tersebut terjadi hampir di semua komponen barang kecuali makanan dan minuman. Namun, peningkatan komponen makanan dan minuman juga melambat dibandingkan tahun lalu, yakni hanya tumbuh empat persen saat ini jika dibandingkan 20 persen pada kuartal I 2022.
"Yang lain (komponen) semuanya kontraksi dari bahan bakar kendaraan bermotor sampai pakaian, barang informasi dan komunikasi juga begitu," tuturnya.
Selain itu, usai penghapusan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), mobilitas jarak jauh sekarang ini belum sepenuhnya pulih atau belum mencapai kondisi sebelum pandemi. Faisal mengatakan pelemahan konsumsi rumah tangga juga dikontribusikan oleh adanya normalisasi kebijakan fiskal dan moneter.
Ketika masih berjalan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), ada banyak insentif yang diberikan ke sejumlah sektor termasuk di kendaraan bermotor dengan adanya keringanan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan di pembelian rumah. Hal tersebut membantu meningkatkan konsumsi domestik.
"Ini sudah di stop di 2023, efeknya bagaimana? Kita bisa melihat di sini penjualan rumah untuk tipe kecil, tipe menengah dan besar semua mengalami kontraksi di kuartal IV 2022," ujarnya.