REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menyatakan terdakwa Putri Candrawathi bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Atas putusan banding dari hakim tinggi tersebut, isteri dari terdakwa Ferdy Sambo itu tetap dihukum 20 tahun penjara.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 797/PID.B/2022/PN.Jkt.Sel tertanggal 13 Februari 2023 yang dimintakan banding tersebut,” kata Ketua Majelis Hakim Ewit Soetriadi saat membacakan putusan banding terdakwa Putri Candrawathi di PT DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Karena itu, majelis hakim tingkat dua itu, pun memerintahkan agar Putri Candrawathi tetap berada dalam tahanan sambil menunggu putusan hukum tetap atau inkrah. “Menetapkan terdakwa tetap berada di dala tahanan,” kata hakim.
Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J sudah mendapatkan vonis dan hukuman dari PN Jaksel, pada Februari 2023. Hakim PN Jaksel menghukum Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun karena terbukti melakukan peran turut serta dalam perenanaan perampasan nyawa Brigadir J di Duren Tiga 46, Jaksel pada 8 Juli 2022 lalu. Hakim menyatakan Putri Candrawathi terbukti sesuai sangkaan dalam Pasal 340 KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Hukuman 20 tahun penjara dari hakim pertama tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat penuntutan hanya meminta majelis hakim tingkat pertama menghukum Putri Candrawathi dengan hukuman 8 tahun penjara.
Karena itu Putri Candrawathi tak terima dengan hukuman 20 tahun penjara, dan mengajukan banding ke PT DKI Jakarta. Dalam memori bandingnya, tim pengacara Putri Candrawathi menilai hukuman tersebut dijatuhkan bukan karena independensi majelis hakim. Melainkan dikatakan karena adanya desakan publik yang tak menghendaki hukuman terhadap Putri Candrawathi agar sesuai dengan tuntutan jaksa.
Akan tetapi, hakim pada pengadilan tingkat kedua, pun dalam putusannya menilai putusan PN Jaksel yang menghukum Putri Candrawathi selama 20 tahun sudah tepat dan benar. Majelis hakim tinggi, dalam pertimbangan putusan banding pun menerangkan, keputusan PN Jaksel terhadap Putri Candrawathi bukan berdasarkan atas desakan publik.
Namun dikatakan hakim Ewit, putusan tersebut berdasarkan dari keyakinan hakim yang bersumber dari fakta dan pendapat masyarakat terkait kasus pembunuhan berencana tersebut.
“Sehingga hukuman yang dijatuhkan oleh majelis tingkat pertama tersebut disetujui oleh majelis pengadilan tinggi, bukan karena alasan desakan publik, tetapi karena majelis hakim menyerap pendapat publik sebagai realitas nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat,” ujar Hakim Ewit.
Pun itu dikatakan hakim, sudah sepatutnya dilakukan oleh para pengadil. Pun juga dikatakan Hakim Ewit, putusan PN Jaksel tersebut tak keluar dari koridor maupun ketentuan hukuman atas terbuktinya sangkaan Pasal 340 KUH Pidana yang dituduhkan kepada terdakwa Putri Candrawathi di dalam dakwaan.
“Bahwa dakwaan terhadap terdakwa adalah Pasal 340 sebagai dakwaan primer tentang pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. Dan ancaman hukumannya adalah pidana mati, seumur hidup, dan maksimal 20 tahun,” ujar Hakim Ewit.
Karena itu majelis hakim tinggi, pun setuju dengan keputusan PN Jaksel yang menjatuhkan pidana terhadap Putri Candrawathi sesuai dengan ancaman dalam Pasal 340 KUH Pidana.
Sebelum membacakan hasil banding terdakwa Putri Candrawathi, majelis hakim PT DKI Jakarta, juga menguatkan putusan PN Jaksel atas terdakwa Ferdy Sambo. Atas putusan dari majelis hakim banding tersebut, Ferdy Sambo tetap dijatuhi hukuman pidana mati.
Majelis hakim PT DKI Jakarta juga akan membacakan hasil banding terhadap dua terdakwa lainnya, yakni Kuat Maruf, dan Ricky Rizal. Kedua terdakwa tersebut di PN Jaksel diganjar hukum 15 dan 13 tahun penjara atas peran turut serta dalam pembunuhan berencana Brigadir J.