Kamis 13 Apr 2023 03:37 WIB

KUHP Baru Dinilai Sebagai Kompromi Pro Kontra Hukuman Mati

KUHP baru ini harus dimanfaatkan untuk moratorium hukuman mati.

Imparsial menyelenggarakan diskusi publik dengan tema: KUHP Baru dan Problematika Hukuman Mati di Indonesia.
Foto: istimewa/doc humas
Imparsial menyelenggarakan diskusi publik dengan tema: KUHP Baru dan Problematika Hukuman Mati di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Senior Imparsial Al Araf, mengatakan KUHP Baru sejatinya merupakan kompromi bagi kelompok yang pro dan kontra hukuman mati.

"Sebagai jalan tengah maka dalam KUHP baru tetap mengakomodir hukuman mati namun memberikan ruang perubahan hukuman menjadi seumur hidup apabila berkelakuan baik selama 10 tahun masa percobaan,” kata dosen fakultas hukum Universitas Brawijaya  tersebut dalam siaran pers, Rabu (12/4/2023).

Terkait dengan polemik hukuman mati, Imparsial menyelenggarakan diskusi publik pada tanggal 12 April 2023, dengan tema “KUHP Baru dan Problematika Hukuman Mati di Indonesia”.

Diskusi yang diselenggarakan Imparsial Rabu 12 April 2023 ini berlangsung di Sajoe Cafe & Resto  ini menghadirkan beberapa nara sumber dari berbagai latar belakang, Di antaranya Al Araf,  Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro,  dan  Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Menurut Al Araf, KUHP baru ini harus dimanfaatkan sebagai ruang untuk melakukan moratorium hukuman mati di Indonesia. Menurutnya, hukuman mati harus ditolak karena hukuman mati merupakan satu-satunya hukuman yang tidak bisa dikoreksi.

"Apalagi sistem peradilan hukum kita masih bermasalah sehingga potensi kesalahan dalam menjatuhkan putusan tinggi,” kata dia.

Dijelaskannya, pada 2022 sebanyak 112 negara sudah menghapus hukuman mati. Hanya 55 negara yang masih mengatur hukuman mati. Dari 55 negara itu pula hanya 13 yang menjalankan hukuman mati, dan 42 sisanya melakukan moratorium secara praktik.

Berdasarkan pemantauan Imparsial telah terdapat 117 vonis mati pada periode pertama pemerintahan Jokowi dan setidaknya 327 vonis mati di periode ke 2 Jokowi. Sejauh ini pemerintahan Jokowi juga sudah mengeksekusi 18 terpidana mati.

Al Araf mengatakan efek jera yang diharapkan dari hukuman mati hanyalah mitos. Ini dibuktikan di negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati angka kejahatan tetap tinggi.

Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari mengatakan dalam KUHP baru pidana mati dijadikan pidana khusus mengikuti perkembangan dunia dimana tujuan pidana saat ini bukan hanya penjeraan tetapi juga pemulihan.

Oleh karena itu jika merujuk pada original intent pengaturan hukuman mati dalam KUHP yang baru maka setiap orang yang dituntut/ divonis hukuman mati haruslah otomatis menjalankan pidana percobaan selama 10 tahun dan kalau terpidana tersebut berkelakuan baik maka yang bersangkutan pidananya berhak diubah menjadi pidana seumur hidup.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement