REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terbongkarnya informasi hubungan intim yang dilakukan AG (15 tahun) dalam sidang vonis kasus penganiayaan terhadap David (17 tahun). KemenPPPA memandang persidangan mestinya bukan menjadi sarana menjatuhkan harga diri AG yang masih berstatus anak.
AG kini makin menjadi bahan hujatan warganet menyusul terbongkarnya isi sidang soal hubungan intim yang dilakukannya. "Persidangan anak harus menjaga harkat dan martabat anak," kata Kepala Biro Hukum dan Humas KemenPPPA Margareth Robin Korwa dalam keterangannya pada Kamis (13/4/2023).
KemenPPPA tak memersoalkan putusan terhadap AG karena menjadi kewenangan hakim. KemenPPPA hanya memertanyakan tujuan hakim membongkar aktivitas seksual yang dilakukan AG dalam persidangan yang terbuka.
"Terlepas bahwa hakim menolak ihwal perkosaan terhadap AG, namun dieksposnya secara terbuka perilaku seksual ananda AG, alih-alih memenuhi transparansi peradilan sangat potensial mencederai harkat dan martabat AG sebagai anak yang berkonflik dengan hukum," ujar Margareth.
KemenPPPA mengimbau publik agar memahami posisi AG sebagai anak berkonflik dengan hukum punya sejumlah hak. Hak-hak itu dimaksudkan agar AG memerbaiki kesalahannya supaya menjadi pribadi lebih baik ketika dewasa.
"(Terbongkarnya hubungan intim AG) Mengindikasikan pengabaian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA yang menegaskan kepatutan bagi semua pihak untuk memandang dan membimbing AG sebagai insan yang tumbuh ke masa depan," ucap Margareth.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan peristiwa persetubuhan paksa, maupun pelecehan seksual yang dilakukan anak korban DO terhadap AG tidaklah benar. Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam pertimbangan vonis dan putusan terhadap terdakwa anak AG menyatakan, persetubuhan paksa dan pelecehan yang menjadi pemicu Mario Dandy (20 tahun) melakukan penganiayaan terhadap DO, pun tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Alhasil, AG divonis bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan karena turut serta melakukan penganiayaan berat terhadap DO yang dilakukan Mario Dandy dan Shane Lukas (19 tahun). AG didahulukan status hukumnya di persidangan lantaran usianya yang dilindungi oleh undang-undang SPPA.
Sedangkan terhadap tersangka Mario dan Shane penyidik menjerat kedua pelaku penganiyaan berat tersebut dengan sangkaan Pasal Pasal 355 ayat (1) subsider Pasal 354 ayat (2), dan Pasal 353 ayat (2), juga Pasal 351 ayat (2) KUH Pidana, Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Sementara korban DO, sampai saat ini masih dalam perawatan akibat cacat bagian saraf otak yang diderita setelah penganiyaan tersebut.