Kamis 13 Apr 2023 16:28 WIB

Dewan Pers Diminta Tindak Tegas Pemberitaan Aktivitas Seksual AG

Aliansi PKTA akan mengirimkan surat aduan kepada Dewan Pers.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Petugas Kepolisian membawa kekasih tersangka penganiayaan terhadap David Ozora,  Mario Dandy, berinisial AG menaiki mobil usai diperiksa di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (8/3/2023).  Direktorat Resere Kriminal Umum (Ditreskrimum) memutuskan melakukan penahanan terhadap AG setelah dilakukan pemeriksaan selama 6 jam. AG ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) selama 7 hari usai ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas Kepolisian membawa kekasih tersangka penganiayaan terhadap David Ozora, Mario Dandy, berinisial AG menaiki mobil usai diperiksa di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (8/3/2023). Direktorat Resere Kriminal Umum (Ditreskrimum) memutuskan melakukan penahanan terhadap AG setelah dilakukan pemeriksaan selama 6 jam. AG ditahan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) selama 7 hari usai ditetapkan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) mengkritisi pemberitaan soal aktivitas seksual AG (15 tahun) yang terbongkar dalam sidang vonis kasus penganiayaan terhadap DO (17 tahun). Aliansi mendesak Dewan Pers mengambil sikap atas pemberitaan yang dinilai melanggar prinsip perlindungan anak.

Aliansi PKTA adalah koalisi masyarakat sipil Indonesia terdiri dari organisasi-organisasi yang memerjuangkan penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Aliansi mendapati sejumlah media yang memberitakan kasus AG tanpa menaati prinsip perlindungan anak dalam UU SPPA dan etika jurnalistik. Hakim memang mengungkap kronologi riwayat seksual AG saat sidang pembacaan putusan. Aliansi memandang hal tersebut seharusnya dapat dilihat sebagai kekerasan seksual.

Baca Juga

"Kami menyerukan agar Dewan Pers segera mengambil langkah terhadap media yang secara terang-terangan melakukan stigma terhadap riwayat seksual anak, yang seharusnya bisa dilihat sebagai dugaan terjadinya kekerasan," kata Genoveva Alicia selaku bagian dari Aliansi pada Kamis (13/4/2023).

Dalam konteks jurnalistik, Aliansi meyakini pemberitaan yang menyebutkan secara langsung identitas anak dan tidak dengan itikad baik merahasiakan identitas ini melanggar Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PERATURAN-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak.

"Yang pada poin pertamanya menyatakan kewajiban wartawan merahasiakan identitas anak, khususnya anak yang ada di dalam sistem peradilan pidana, termasuk ketika dirinya dijatuhi pidana," tegas Genoveva.

 

Aliansi memandang Dewan Pers dapat mengambil sikap dengan memeriksa dan memberikan sanksi kepada media-media yang melakukan pelanggaran terhadap kerahasiaan identitas anak. Dewan Pers sekaligus bisa menyerukan kepada insan media bahwa hal ini tidak dapat dibenarkan.

"Aliansi PKTA akan mengirimkan surat aduan kepada Dewan Pers dan juga surat keluhan kepada media yang telah kami lihat melakukan pelanggaran tersebut," ujar Genoveva.

Selain itu, Aliansi mengingatkan kepada publik untuk kembali memahami prinsip perlindungan Anak. Apalagi Aliansi meyakini anak perempuan punya dimensi kerentanan berlapis.

"Kita patut prihatin dengan kekerasan yang terjadi, namun meneruskan stigma pada anak hanya menyelesaikan kekerasan dengan kekerasan lainnya," ujar Genoveva.

Sebelumnya, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan peristiwa persetubuhan paksa, maupun pelecehan seksual yang dilakukan anak korban DO terhadap AG tidaklah benar. Hakim tunggal Sri Wahyuni Batubara dalam pertimbangan vonis dan putusan terhadap terdakwa anak AG menyatakan, persetubuhan paksa dan pelecehan yang menjadi pemicu Mario Dandy (20 tahun) melakukan penganiayaan terhadap DO, pun tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

AG divonis bersalah dan dihukum 3 tahun 6 bulan karena turut serta melakukan penganiayaan berat terhadap DO yang dilakukan Mario Dandy dan Shane Lukas (19 tahun). AG didahulukan status hukumnya di persidangan lantaran usianya yang dilindungi oleh undang-undang SPPA.

Sedangkan terhadap tersangka Mario dan Shane penyidik menjerat kedua pelaku penganiyaan berat tersebut dengan sangkaan Pasal Pasal 355 ayat (1) subsider Pasal 354 ayat (2), dan Pasal 353 ayat (2), juga Pasal 351 ayat (2)  KUH Pidana, Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU Perlindungan Anak. Sementara korban DO, sampai saat ini masih dalam perawatan akibat cacat bagian saraf otak yang diderita setelah penganiyaan tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement