REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Tekanan pajak dan konflik yang tak kunjung usai sejak Sisilia dipimpin Dinasti Fatimiyah lalu Dinasti Kalbi yah mendorong sebagian Muslim Sisilia meminta bantuan Dinasti Ziridiyah yang baru saja berdiri di Tunisia. Pada 1036, pasukan Ziridiyah dikirim dari Afrika Utara ke Sisilia dan berhasil menguasai Palermo lalu mengeksekusi al-Akhal.
Penguasa Ziridiyah ingin menempatkan Sisilia di bawah kekuasaannya seperti yang dilakukan Aghlabiyah dua abad sebelumnya. Namun, trauma akan dominasi Afrika Utara membuat warga Palermo memberontak dan membuat pasukan Ziridiyah kembali ke Tunisia.
Saat itulah, Sisilia mengalami kekosong an kepemimpinan. Mirip seperti periode Taifa di Andalusia, faksi-faksi kecil kemudian terbentuk dan saling bersaing di antara mereka. Perpecahan umat Islam di Sisilia dimanfaatkan kubu Kristen.
Dinasti Norman dari Eropa Utara yang dikenal dengan kekuatan militernya berhasil menginvasi Sisilia pada 1052 sebelum kemudian berhasil menaklukkan Inggris pada 1066.
Upaya Dinasti Ziridiyah mempertahankan Sisilia dari invasi Dinasti Norman menumbuk kegagalan akibat kekuatannya terpecah. Hal itu terjadi karena pada saat bersamaan Ziridiyah juga harus menyesaikan perang suku di Afrika Utara.
Pada 1065, sebagian besar Sisilia jatuh ke tangan Dinasti Norman. Palermo akhirnya jatuh ke Dinasti Norman pada 1072, diikuti Syracuse pada 1085 bersamaan dengan jatuhnya Toledo di Andalusia ke tangan penguasa Castile. Hingga akhirnya, basis terakhir Muslim di selatan Sisilia, yakni di Noto juga harus takluk pada 1090.
Seperti yang terjadi di Andalusia, populasi Muslim terus hidup di bawah pemerintahan Kristen. Perlakuan penguasa terhadap komunitas Muslim sangat bergantung pada selera dan suasana hati raja-raja Dinasti Norman saat itu.
Pada rezim Roger II (1130- 1154 M), kehidupan di Sisilia terbilang toleran. Di masa itulah, geografer Muslim al-Idrisi berhasil menyelesaikan adikaryanya, Tabula Rogeriana.
Dengan kondisi yang ada, perlahan komunitas Muslim berpindah ke tempat lain yang lebih kondusif dibanding hidup di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Norman.
Sementara, kehadiran Pasukan Salib dan pemberontakan sporadis sebagian Muslim di Sisilia memperburuk hubungan komunitas Muslim dengan Kristen di Eropa. Pada 1189, Muslim Palermo ditumpas.
Pada 1199, Paus Innocent III menyatakan Muslim Sisilia sebagai musuh negara. Eksodus, baik secara paksa maupun sukarela, kemudian terjadi dan berlangsung sepanjang abad ke-12 hingga abad ke-13 M. Pada 1266, komunitas Muslim benar-benar dipaksa meninggalkan Sisilia, sekaligus meninggalkan sejarah 400 tahun dominasi Muslim di sana.