Jumat 14 Apr 2023 06:20 WIB

Apa yang Harus Dilakukan Jika Muslim Memakan Daging Babi pada Bakso?

Islam melarang memakan daging babi karena sejumlah alasan

Rep: Andrian Saputra / Red: Nashih Nashrullah
Semangku bakso (ilustrasi).  Islam melarang memakan daging babi karena sejumlah alasan
Foto: www.freepik.com
Semangku bakso (ilustrasi). Islam melarang memakan daging babi karena sejumlah alasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Dalam beberapa kondisi, tentu sulit membedakan daging babi yang sudah dicampur dalam makanan seperti bakso. Apa yang harus dilakukan jika seorang Muslim menghadapi kondisi seperti ini? 

Ada dua kondisi terkait dengan memakan daging bakso. Kondisi pertama, ketidaktahuan setelah berhati-hati mencari tahu. Jika seseorang dalam kondisi tidak tahu, hal ini lepas dari tanggung jawab hukum. Atau dalam konteks yang pedagang curang dan tidak memberitahukan adanya unsur babi dalam olahan baksonya tersebut. Muslim yang menghadapi kondisi ini, tidak perlu bersuci atau bertobat nasuha. 

Baca Juga

Lantas bagaimana jika seorang Muslim mengetahui adanya unsur babi dalam olahan bakso? Habib Muhammad Muthohar mengatakan, berdasarkan keterangan dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidin dan kitab Hasyiyah asy-Syarqawi diterangkan bahwa para ulama memerinci cara bersuci orang yang telah mengonsumsi daging babi, yakni pada mulut dan pada dubur yang memiliki perbedaan. 

Habib Muthohar menjelaskan, pada dubur, seseorang cukup bercebok setelah keluarnya kotoran. Namun pada mulut, seseorang yang telah memakan daging babi harus berkumur-kumur sebanyak tujuh kali dengan salah satunya dicampur debu. 

"Kalau di dubur, cebok biasa saja. Yang di mulut maka dikumur-kumur tujuh kali salah satunya dicampur arinya dengan debu. Jadi bersamaan salah satunya dengan debu," kata Habib Muthohar.  

Maka itu, setelah seseorang berkumur sebanyak tujuh kali dengan salah satunya menggunakan debu, najis mugholadhoh yang terdapat pada mulut pun telah suci. Namun, bagaimana bila orang yang telah makan babi itu muntah dan masih tercium bau babi pada muntahan tersebut? 

Habib Muthohar menjelaskan bahwa bila seseorang yang  makan babi tersebut kemudian telah menyucikan mulutnya dengan berkumur tujuh kali, yang salah satunya menggunakan debu, muntah tersebut tidak dihukumi sebagai najis mugholadhoh, dan benda yang terkena cipratan muntah itu pun tidak dihukumi terkena najis mugholadhoh. 

Baca juga: Yang Terjadi Terhadap Tentara Salib Saat Shalahuddin Taklukkan Yerusalem

Maka itu, cukup dihilangkan muntahan tersebut dan dibasuh atau dibersihkan area yang terkena cipratan muntahan tersebut.

Namun, bila seseorang yang makan babi itu belum menyucikan mulutnya dari najis mugholadhoh dengan berkumur tujuh kali dengan salah satunya dengan debu, ketika muntah maka benda yang terkena cipratan muntah itu pun menjadi dihukumi najis mugholadhoh

Baca juga: Umat Islam Harus Tahu Begini Cara Bedkan Bakso Daging Sapi, Babi, dan Tikus

Habib Muthohar mencontohkan, bila muntahan tersebut mengenai sarung atau tangan, sarung dan tangan yang terkena muntahan itu pun harus disucikan dengan dibasuh tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan debu atau tanah.  

"Kalau muntah maka kalau sudah menyucikan (najis mugholadhoh di mulut), engga perlu lagi disucikan. Tapi kalau belum, disucikan dulu," katanya.     

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement