Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arif Minardi

Ramadhan Momentum Jihad Produktivitas

Agama | Friday, 14 Apr 2023, 14:05 WIB

Bulan Ramadhan merupakan momentum untuk menggenjot produktivitas nasional. Presiden Joko Widodo sangat optimis bahwa perhelatan akbar mudik lebaran 2023 merupakan penggerak kebangkitan ekonomi nasional. Terutama sektor pariwisata, ekonomi kreatif dan transportasi. Alangkah luar biasa perhelatan akbar yang bernama mudik tahun ini ditandai perpindahan ratusan juta massa dan ratusan triliun dana segar dari kota menuju perdesaan.

Nuansa yang mendominasi wajah para pemudik tiada lain adalah keceriaan dan kegembiraan yang menyimpan sejuta rindu kepada kampung halaman rohaninya.Dari aspek ruang dan waktu, mudik adalah segmen pendek dari deretan waktu kerja selama setahun. Mudik ke kampung halaman diharapkan memompa energi jiwa. Alangkah baiknya jika acara mudik ditranformasikan menjadi nilai daya saing di medan kerja. Para pemudik semua bergerak menuju fitrah yang sama, yakni harkat kemanusiaan dan keadilan sosial. Dalam predikat sosial yang sangat beragam, dari kaum buruh, pedagang, aparatur negara, guru, pejabat pemerintah hingga Presiden, semuanya ingin dimuliakan secara tulus.

Saatnya mentransformasikan nilai bulan Ramadhan dan spirit Idul Fitri yang tergambar dalam gelombang besar mudik lebaran menjadi generator produktivitas yang hebat. Tingkat produktivitas bangsa yang hingga kini masih belum menggembirakan adalah tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Oleh sebab itu jihad produktivitas sangat relevan untuk dijalankan. Kaum Muslimin dinegeri ini sebaiknya mulai mengkaji berbagai ajaran keagamaan yang bisa menimbukan qhiroh atau greget untuk memacu usaha dan produktivitas.

Keniscayaan, jihad produktivitas bisa memperluas lapangan kerja. Hal itu sebagai solusi untuk mengatasi pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia. Menghadapi persaingan global tak ada kata lain yang lebih penting, selain memperbaiki secara totalitas produktivitas dan nilai tambah lokal oleh rakyat.

Untuk kedepan, alokasi anggaran untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus tepat sasaran dan menekankan peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia. Menurut Institute for Development and Economic Finance (Indef), peran SDM sangat penting bagi perekonomian sebuah negara dan salah satu input penting bagi pembangunan industri yang berdaya saing. Hingga kini institusi pendidikan/pelatihan belum mampu menjawab tantangan meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja. Selain itu, gap antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja masih lebar, sehingga terjadi mismatch antara institusi pendidikan dan dunia kerja. Kemudian, di era baru ekonomi yang warnai disrupsi teknologi mengubah karakteristik permintaan tenaga kerja.

Dari sisi produktivitas jika diukur dengan GDP per worker employed, Indonesia masih relatif tertinggal dari negara tetangga. Jika melihat mayoritas tenaga kerja Indonesia saat ini, hampir 60 persen tepatnya 58,78 persen pekerja di Indonesia masih tamatan pendidikan rendah yaitu, SMP ke bawah. Mereka memiliki keterbatasan skill, sehingga akan sulit untuk meningkatkan produktivitas dan bersaing.

Sementara itu, industrialisasi dan digitalisasi tentunya memerlukan tingkat keahlian dan produktivitas yang lebih baik. Jika industrialisasi tidak disokong dengan kualitas SDM yang memadai maka proses transformasi struktural bisa gagal. Hakikat produktivitas ketenagakerjaan adalah tingkat kemampuan pekerja menghasilkan produk dan jasa. Berbagai faktor mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, termasuk juga faktor kesejahteraan sosial pekerja. Serikat pekerja atau serikat buruh merupakan kunci produktivitas, untuk itu diharapkan berperan mengikuti perkembangan global reverse innovation. Karena kegiatan inovasi dunia itu menyangkut penemuan proses produksi baru yang bisa menggenjot produktivitas sekaligus berpotensi memperluas lapangan kerja karena berbasis inovasi dan teknologi tepat guna.

Semoga kolektivitas kebangsaan yang tergambar oleh dahsyatnya arus mudik lebaran bisa menghasilkan sinergi yang hebat dan bisa mendongkrak daya saing dan produktivitas. Faktor non teknis untuk menggenjot produktivitas bangsa adalah mengartikulasikan tri-ukhuwah kebangsaan yang lahir dari nilai keislaman. Yakni mengembangkan sikap persaudaraan bukan hanya dengan sesama kaum Muslimin yakni ukhuwah Islamiyah, melainkan juga dengan sesama warga bangsa yang lain yakni ukhuwah wathoniyah ) serta dengan warga dunia manapun tanpa diskriminatif yakni ukhuwah basyariyah. Tri-ukhuwah tersebut diharapkan dapat menjadi pegangan seluruh elemen bangsa dalam menghadapi persaingan global yang makin sengit.

Spirit Ramadhan harus bisa mentransformasikan mentalitas bangsa dan ranah psikososial, alam kehidupan para buruh dan birokrat di negeri ini setelah Idul Fitri harus lebih mencintai pekerjaan atau tidak boleh mengeluh setiap hari. Banyak pihak yang setuju bahwa pekerja dan birokrat di Indonesia hinggi kini sebagian besar belum mencintai pekerjaanya setulus hati alias memiliki integritas yang masih rendah.

Spirit Ramadhana relevan dengan kondisi Indonesia saat ini yang kekurangan jumlah wirausahawan. Bulan Ramadhan telah membuka banyak lapangan berusaha dan mendorong warga untuk mencetak bermacam produk dan jasa. Bulan Puasa menanamkan budaya berwirausaha di kalangan warga bangsa untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain.

Makna terbesar yang bisa diambil hikmahnya selama Ramdhan adalah perlu lompatan hebat dalam menghadapi persoalan ketenagakerjaan. Untuk kedepan bangsa ini harus mampu merumuskan haluan negara serta mampu berperan dalam hal politik anggaran yang betul-betul prorakyat.

Ramadhan kali ini mesti bisa menyadarkan segenap organisasi buruh harus memiliki langkah-langkah besar, cerdas dan inovatif. Buruh bukan identik lagi dengan sosok proletariat yang mengedepankan otot dan dengkul. Saatnya buruh mengasah akal budi dan kecerdasannya, sehingga tercipta nilai tambah (added values) yang tinggi pada diri dan organisasinya. Melihat kondisi APBN dari tahun ketahun, buruh memandang perlu revolusi fiskal agar APBN dan kebijakan fiskal betul-betul bisa menjadi alat yang efektif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Revolusi fiskal terkait dengan tiga aspek, yakni revolusi penerimaan negara, alokasi dan efisiensi belanja secara ketat, serta manajemen pengelolaan APBN yang anti bocor.

[* Arif Minardi, Sekjen KSPSI, Konseptor Haluan Negara Kesejahteraan

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image