Jumat 14 Apr 2023 15:08 WIB

Neraca Pangan Dibuat, Bapanas Sebut Produksi Daging Sapi Dalam Negeri Membaik

Neraca pangan untuk data antara produksi dan kebutuhan agar tercatat dengan baik.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Lida Puspaningtyas
Pekerja memanggul karung berisi beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (21/9/2022). Pemerintah optimis neraca produktivitas pangan terjaga sampai Desember 2022 menyusul sejumlah komoditas mengalami surplus seperti beras yang surplus mencapai 7,5 juta ton.
Foto: ANTARA/Henry Purba
Pekerja memanggul karung berisi beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (21/9/2022). Pemerintah optimis neraca produktivitas pangan terjaga sampai Desember 2022 menyusul sejumlah komoditas mengalami surplus seperti beras yang surplus mencapai 7,5 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah lewat Badan Pangan Nasional (Bapanas) mulai menata supply demand dari komoditas pangan. Salah satunya daging sapi yang menurut Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, produksi dalam negeri sudah membaik.

Arief menjelaskan dengan adanya neraca pangan yang mencatat dengan baik supply demand pangan, maka pemerintah bisa memprioritaskan produksi dalam negeri. Ini karena data antara produksi dan kebutuhan tercatat dengan baik.

Baca Juga

"Kami tata neraca komoditas dan lebih awal. Jadi pemerintah sudah tahu kebutuhan satu tahun berapa perbulannya. Yang nomor satu mengenai ketersediaan adalah dari dalam negeri ini mesti confirm dulu ini," ujar Arief saat ditemui di Jakarta, Jumat (14/4/2023).

Arief menjelaskan dengan data yang lebih akurat antara produksi dan kebutuhan maka kebijakan impor bisa ditekan. Hal ini terlihat dari komoditas daging sapi. Kata Arief, produksi daging sapi dalam negeri saat ini sudah lebih baik.

"Daging juga sama pada saat nanti memang produksi lokalnya sudah tinggi sudah lebih baik impor harus dikurangi semangat kita semua sama bukan semata mata impor terus tidak seperti itu," ujar Arief.

Selain itu, Arief menekankan bahwa pemerintah berupaya untuk bisa transparan dalam data antara produksi dan kebutuhan sehingga bisa menjadi monitor bersama. Dengan terbukanya data, kata Arief, maka publik bisa mengetahui mengapa kebijakan impor komoditas pangan diambil.

"Kesempatan pertama adalah produksi dalam negeri pada saat kita sudah tidak mampu paralel kita harus dijalankan. Ini keputusan yang pahit tapi harus dijalankan oleh negara," ujar Arief.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement