REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lazy parenting bukan termasuk metode parenting yang umum, bahkan sebagian orang menganggapnya tidak baik. Namun beberapa pihak memberikan pujian terhadap pola asuh ini karena dinilai bisa membuat anak lebih mandiri dan percaya diri dalam melakukan sesuatu.
Dokter spesialis anak di Motherhood Hospital Kharadi Pune India, dr Jagdish Kathwate, mengatakan, lazy parenting bukanlah pola asuh malas di mana orang tua tidak menaruh minat pada apa yang dilakukan anak. Namun, ini adalah cara untuk membiarkan anak membuat kesalahan sendiri dan orang tua tidak ikut campur atau memberikan instruksi untuk menyelesaikannya.
“Gaya pengasuhan ini memungkinkan anak untuk mengambil keputusan sendiri, membiarkan mereka menjadi diri mereka, dan tumbuh menjadi diri sendiri,” kata Kathwate seperti dilansir di Hindustan Times, Jumat (14/4/2023).
Kathwate mengatakan, lazy parenting adalah jenis pola asuh di mana orang tua secara sadar menahan diri untuk ikut campur dalam segala hal yang dilakukan anak. Orang tua membiarkan anak melakukan tugas sehari-hari sendiri sehingga anak mendapatkan kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Anak dibiarkan melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut.
“Orang tua hanya duduk dan memastikan bahwa anak tidak melukai dirinya sendiri dengan cara apa pun. Mereka membiarkan anak untuk belajar dari pengalamannya sendiri,” kata dia.
Dia mengatakan, sering kali pola pengasuhan lazy parenting dicap sebagai orang tua yang egois. Namun sebetulnya itu tak selalu benar karena lazy parenting bermanfaat dalam membentuk kemandirian buah hati.
Bagaimana tips menerapkan lazy parenting? Kathwate dan konsultan pediatrik di CLoudnine Group of Hospitals, dr Sankalp Dudeja, memberikan tips berikut ini:
1. Tahan diri untuk tidak ikut campur dalam segala hal yang dilakukan anak.
2. Biarkan anak melakukan tugas sehari-hari sendiri sehingga anak mendapatkan kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu.
3. Biarkan anak melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut. Pastikan bahwa anak tidak menyakiti diri mereka dengan cara apa pun.
4. Bersiaplah menghadapi konsekuensi alami. Terkadang, anak mungkin tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik atau mungkin sedikit melukai diri mereka sendiri saat melakukan sesuatu. Anda harus menerima kenyataan bahwa dalam batas-batas tertentu, seorang anak harus menanggung akibat alami dari tindakan atau keputusan mereka.
5. Jangan tergoda untuk menyelamatkan anak ketika Anda melihat ada sesuatu yang tidak berjalan dengan benar. Namun, tetap awasi buah hati dan jangan ikut campur tepat waktu sebelum anak membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain.
6. Biarkan anak melakukannya secara perlahan. Orang tua selalu mendorong buah hati melakukan semua hal dengan cepat, karena takut terlambat atau tidak menyelesaikan tugas tepat waktu.
Jika tertarik menerapkan lazy parenting, orang tua jangan tergoda untuk menawarkan bantuan agar anak menyelesaikan tugasnya dengan lebih cepat. Biarkan mereka meluangkan waktu mereka, dengan pengalaman, mereka akan menjadi lebih cepat.
7. Tidak masalah untuk memberikan pengingat. Mengingatkan anak-anak untuk membersihkan piringnya kembali, atau menyimpan barang-barang ke tempat semula tetap boleh dilakukan. Ketika lebih banyak dari tugas-tugas ini menjadi kebiasaan, daftar "pengingatnya" akan semakin sedikit.
8. Bertindak sebagai pengarah sampingan. Lazy parenting bukan berarti meninggalkan anak dengan perangkat mereka sendiri dan tidur siang. Idenya adalah bahwa orang tua tetap hadir saat anaknya sendirian. Dengan demikian, orang tua dapat mengarahkan dan mengatur mereka, namun memberikan otonomi penuh atas pekerjaan mereka.
9. Ciptakan sistem reward (penghargaan). Apa pun yang diinginkan anak, entah itu mainan baru, waktu menonton TV, atau junk food, bisa didapatkan melalui poin yang ia kumpulkan setiap pekannya. Misalnya, jika dia telah mandi, berpakaian, menyikat gigi dua kali sehari, dan merapikan tempat tidurnya setiap hari dalam sepekan, ia akan memenuhi syarat. Mereka akan mengumpulkan poinnya selama beberapa pekan dan menukarkannya dengan hadiah tersebut sehingga seluruh prosesnya menjadi sangat sederhana dan mudah.
10. Jadilah teladan. Ini dinilai sebagai aspek terpenting. Orang tua tidak bisa mengharapkan anak-anak melakukan berbagai hal secara mandiri, jika orang tuanya pun tidak bisa memberikan teladan.