REPUBLIKA.CO.ID, PAINAN--Bupati Pesisir Selatan, Rusma Yul Anwar, turut mengecam tindakan warga yang melakukan persekusi terhadap dua wanita pemandu karaoke di salah satu kade di Kawasan Pasir Putih, Kecamatan Lengayang, Pesisir Selatan. Kedua wanita tersebut diarak, ditelanjangi, dan diceburkan ke laut oleh warga.
"Tindakan yang dilakukan masyarakat (menganiaya dua wanita pemandu karaoke) tidak manusiawi. Hukuman yang mereka lakukan tidak wajar," kata Rusma, Jumat (14/4/2023).
Rusma menyebut harusnya masyarakat sudah paham bahwa ada aparat hukum yang dapat melakukan tindakan bila memang merasa kafe dan dua orang wanita yang dipersekusi tersebut melakukan pelanggaran. Selain itu menurut Rusma, adat Minangkabau juga menganjurkan untuk menyelesaikan suatu masalah dengan musyawarah melibatkan niniak mamak dan tokoh masyarakat.
Bupati Pessel meminta kepolisian menuntaskan kasus ini dan menghukum siapa saja warga yang terlibat. Rusma berprinsip tidak ada warganya yang boleh main hakim sendiri dan merugikan warganya yang lain.
"Cara-cara main hakim sendiri itu tidak benar. Saya harap polisi mengusut ini sampai tuntas," ujar Rusma.
Video persekusi terhadap dua wanita itu sendiri itu beredar luas di sosial media. Dalam video tersebut terlihat sekelompok orang berusaha merusak cafe. Cafe itu disinyalir menyediakan layanan karaoke dan pemandu lagu. Massa merangsek masuk cafe. Tak lama kemudian terlihat massa menggiring dua wanita menuju pinggir pantai.
Dalam video itu, terdengar si wanita telah meminta ampun sambil menyebut tidak melakukan perbuatan (yang melanggar) apapun. Namun rintihan wanita itu tidak dihiraukan warga yang terdiri dari sejumlah pemuda. Wanita ini didorong masuk laut, diceburkan sebelum akhirnya ditelanjangi.
Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP) Erianjoni, mengatakan kekerasan dalam bentuk persekusi atau perundungan terhadap dua wanita pemandu lagu yang videonya viral, merupakan fenomena yang tak bisa dibenarkan. Menurut dia, yang dilakukan masyarakat terhadap dua pemandu karaoke tersebut telah melanggar nilai-nilai humanistik.
Meskipun motif para pelaku (persekusi) adalah membebaskan wilayahnya dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang. “Ini secara normatif tentu tidak dibenarkan, karena melanggar nilai-nilai humanistik. Nilai-nilai kemanusiaan. Walaupun dalam motif pelaku punya muatan ingin membebaskan wilayahnya dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang sebagai labeling yang diberikan kepada wanita pemandu karaoke tersebut, tetapi secara metode kontrol sosialnya sangat salah dan melawan hukum,” kata Erianjoni, Kamis (13/4/2023).