REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jubir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril membantah, kabar Kemenkes dalam RUU Kesehatan menyamakan status tembakau dengan narkotika. Menurutnya, tembakau dan alkohol tidak sama perlakuannya dengan narkotika atau psikotoprika.
“Tembakau, alkohol dan juga narkotika dan psikotropika dalam RUU hanya dikelompokkan ke dalam pasal zat adiktif atau unsur yang memiliki ketergantungan jika dikonsumsi,” kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Dia menjelaskan, pengelompokan itu tidak berarti memperlakukan hal yang sama bagi tembakau maupun alkohol dengan narkotika dan psikotropika. Apalagi, kedua unsur tersebut memiliki pelarangan ketat dan hukuman pidananya.
“Narkotika dan psikotropika diatur dalam Undang-Undang khusus. Tembakau dan alkohol tidak akan dimasukan kedalam penggolongan narkotika dan psikotropika karena berbeda undang-undangnya,” tutur dia.
Tak hanya itu, tembakau dan alkohol, kata dia, juga tidak akan disamakan dengan ganja. Hal itu, merujuk pada pidana dan pelarangannya.
“Jadi tidak benar jika tembakau dan alkohol akan diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika,” kata dia.
Dijelaskan, berdasarkan pengelompokan dalam RUU Kesehatan, tembakau dan alkohol muncul berbarengan dengan psikotropika dan lainnya dalam pasal 154. Dalam ayat 1 pasal itu, dikatakan jika ‘Produksi, peredaran dan penggunaan zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan’
Adapun, di ayat 2, ‘Zat adiktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi semua bahan atau produk yang bersifat adiktif dalam penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat’.
Di ayat 3 Pasal 154, dijelaskan secara gamblang, ‘Zata diktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa; (a) narkotika; (b) psikotropika; (c) minuman beralkohol; (d) hasil tembakau; dan (e) hasil pengolahan zat adiktif lainnya’.