Senin 17 Apr 2023 08:15 WIB

Negara G7 Sepakat Percepat Penghapusan Bahan Bakar Fosil

Proses tersebut bakal dibarengi eksplorasi dan pemanfaatan energi terbarukan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Aktivis melakukan aksi unjuk rasa menuntut pemerintah Jepang untuk berhenti mendukung negara-negara berkembang dalam program bahan bakar fosil. Negara anggota G7 telah sepakat mempercepat penghapusan pemakaian bahan bakar fosil. Proses tersebut bakal dibarengi eksplorasi dan pemanfaatan energi terbarukan.
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Aktivis melakukan aksi unjuk rasa menuntut pemerintah Jepang untuk berhenti mendukung negara-negara berkembang dalam program bahan bakar fosil. Negara anggota G7 telah sepakat mempercepat penghapusan pemakaian bahan bakar fosil. Proses tersebut bakal dibarengi eksplorasi dan pemanfaatan energi terbarukan.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Negara anggota G7 telah sepakat mempercepat penghapusan pemakaian bahan bakar fosil. Proses tersebut bakal dibarengi eksplorasi dan pemanfaatan energi terbarukan.

“Negara-negara G7 telah sepakat bahwa tanggapan pertama terhadap krisis energi harus mengurangi konsumsi energi dan gas. Untuk pertama kalinya, G7 mengatakan bahwa kita harus mempercepat penghapusan semua bahan bakar fosil secara bertahap. Akhirnya, itu mengirim pesan tentang percepatan energi terbarukan," kata Menteri Transisi Energi Prancis Agnes Pannier-Runacher setelah menghadiri pertemuan menteri lingkungan dan energi negara G7 untuk membahas iklim di Sapporo, Jepang, Sabtu (15/4/2023).

Baca Juga

Pannier-Runacher mengungkapkan, keharusan pasokan gas hanya bersifat jangka pendek. “Ini secara implisit berarti bahwa kami tidak dapat berinvestasi dalam eksplorasi gas baru,” ucapnya seraya menambahkan bahwa G7 mendukung nuklir sebagai solusi transisi energi dengan keamanan pasokan.

Menurut seorang sumber yang mengikuti pertemuan di Sapporo, G7 memutuskan mendukung tujuan untuk secara drastis meningkatkan produksi listrik dari sumber energi terbarukan. Dalam pertemuan tersebut, para menteri energi dan lingkungan G7 turut membahas cara untuk membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi.

"Kita, G7, tidak hanya perlu mengurangi emisi kita sendiri tetapi juga mengambil tindakan nyata untuk mencapai pengurangan emisi secara global," kata Menteri Ekonomi dan Perdagangan Jepang Yasutoshi Nishimura dalam pidato pembukaannya.

Nishimura mengatakan para menteri ingin membahas cara menggunakan keuangan untuk membantu mengurangi karbon di sektor-sektor industri yang sulit mereduksi produksi karbon, meliputi bahan kimia, perkapalan, dan baja.

Alden Meyer, rekan senior di E3G, sebuah lembaga kajian perubahan iklim, mengatakan, isu emisi di pasar negara berkembang telah lama menjadi fokus negara maju. Namun negara-negara terkaya di dunia perlu berbuat lebih banyak untuk membantu negara-negara berkembang mengurangi karbon.

"Ada tanggung jawab bagi G7 dan negara maju lainnya untuk menyediakan keuangan dan memobilisasi keuangan swasta serta membantu dekarbonisasi negara berkembang," kata Meyer dalam pengarahan menjelang dimulainya pertemuan G7.

Menurut Meyer, negara-negara G7 harus mengerahkan kepemimpinan yang lebih kuat dalam memanfaatkan sumber daya keuangan dan teknologi guna membantu negara berkembang mengurangi emisi.

Pada Desember tahun lalu, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengungkapkan, negara anggota G7 telah sepakat untuk membentuk Climate Club atau Klub Iklim internasional. Klub tersebut akan fokus bekerja mengatasi pemanasan global. “Klub Iklim tidak dimaksudkan sebagai inisiatif G7; alih-alih ini menjadi upaya global,” kata Scholz dalam konferensi pers di Berlin setelah berpartisipasi dalam pertemuan virtual para pemimpin negara anggota G7, 12 Desember 2022 lalu.

Scholz mengundang negara-negara yang tertarik untuk mengejar kebijakan iklim ambisius untuk bergabung dengan Klub Iklim. Menurutnya, mereka dapat membentuk konsep dan strukturnya bersama dalam beberapa bulan mendatang. “Ini bukan klub eksklusif. Klub ini dimaksudkan terbuka untuk sebanyak mungkin negara. Jadi kita dapat bersama-sama menguasai tugas besar yang kita miliki, yakni melindungi planet dan lingkungan kita untuk generasi mendatang,” ucap Scholz.

Dia mengatakan, G7 telah meminta Organization for Economic Cooperation and Development serta International Energy Agency untuk menjadi tuan rumah sekretariat sementara bagi Klub Iklim. Dalam pertemuan virtual pada Desember 2022, para pemimpin negara anggota G7 mengesahkan dokumen kerangka acuan untuk Klub Iklim. Dokumen itu menguraikan tujuan utama, kriteria partisipasi, dan langkah-langkah yang direncanakan untuk pengembangan forum lebih lanjut.

Menurut dokumen tersebut, Klub Iklim akan terbuka untuk negara-negara yang menunjukkan komitmen pelaksanaan penuh Perjanjian Iklim Paris dan keputusan-keputusan di bawahnya. Negara yang ingin berpartisipasi dalam klub juga harus melakukan upaya membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement