Senin 17 Apr 2023 08:25 WIB

Prajurit TNI Gugur Diserang Separatis Papua, Pengamat Soroti Kesiapan Tempur

Puspen tegaskan hanya satu prajurit yang terkonfirmasi gugur dalam serangan separtis.

Red: Teguh Firmansyah
Kepala Pusat Penerangan Militer TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono berbicara kepada wartawan saat konferensi pers di Mabes TNI di Jakarta, Indonesia, Ahad (16/04/2023), tentang perkembangan serangan kelompok pemberontak Papua Barat terhadap angkatan bersenjata Indonesia di Nduga, Papua Barat. Aparat keamanan Indonesia melakukan operasi jangka panjang untuk menyelamatkan seorang pilot Selandia Baru yang telah disandera selama lebih dari sebulan oleh kelompok pemberontak bersenjata Papua di Kabupaten Nduga, Dataran Tinggi Papua.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Kepala Pusat Penerangan Militer TNI, Laksamana Muda Julius Widjojono berbicara kepada wartawan saat konferensi pers di Mabes TNI di Jakarta, Indonesia, Ahad (16/04/2023), tentang perkembangan serangan kelompok pemberontak Papua Barat terhadap angkatan bersenjata Indonesia di Nduga, Papua Barat. Aparat keamanan Indonesia melakukan operasi jangka panjang untuk menyelamatkan seorang pilot Selandia Baru yang telah disandera selama lebih dari sebulan oleh kelompok pemberontak bersenjata Papua di Kabupaten Nduga, Dataran Tinggi Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Intelijen dan Keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai gugurnya anggota TNI di Papua akibat serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi TNI.  

"SDM (sumber daya manusia) tempur TNI perlu dievaluasi secara lebih mendalam. Seharusnya korban jiwa bisa diminimalisir jika personel TNI siap tempur, terlebih yang menjadi korban adalah pasukan khusus," ucap Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, dikonfirmasi Antara dari Jakarta, Minggu.

Baca Juga

Artinya, tutur Simon, ada sistem yang tidak kuat dalam rekrutmen, penggemblengan, dan pembinaan personel, padahal kualitas personel merupakan cerminan kualitas dari proses.

"TNI juga harus mengevaluasi sistem komando di daerah yang rawan konflik. Ini menyangkut pemilihan personel berdasarkan kapabilitas, informasi intelijen, dukungan alutsista, dan sistem pengambilan keputusan dalam operasi," ujarnya.