Senin 17 Apr 2023 21:02 WIB

Viral Kritik untuk Pemprov Lampung, Bagaimana Nabi Muhammad Menanggapi Kritik?

Nabi Muhammad tak lepas dari kritik sahabat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Viral Kritik untuk Pemprov Lampung, Bagaimana Nabi Muhammad Menanggapi Kritik?. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad
Foto: Dok Republika
Viral Kritik untuk Pemprov Lampung, Bagaimana Nabi Muhammad Menanggapi Kritik?. Foto: Ilustrasi kaligrafi Nabi Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam beberapa hari belakangan ini, seorang pemuda bernama Bima Yudho Saputro menjadi perbincangan hangat setelah videonya viral karena mengkritik Lampung yang tidak maju-maju. Sayangnya, dalam menanggapi kritikan Tiktoker tersebut sikap Pemprov Lampung terkesan antikritik dan dinilai berlebihan.

Sebagai umat Islam, tentunya kita harus meneladani Rasulullah SAW dalam menyikapi sesuatu, termasuk saat mendapatkan kritikan dari orang. Lalu bagaimana cara Rasulullah menghadapi kritikan?

Baca Juga

Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ahsin Sakho Muhammad menjelaskan, sejak diangkat sebagai nabi, Muhammad banyak menghadapi kritikan atau hinaan. Ada yang menyatakan bahwa Nabi gila, tukang sihir, dan lain-lain.

"Waktu itu sudah kencang banget nabi itu. Jadi kalau seandainya sekarang ini orang yang ada di puncak kekuasaan, ya harus mendapatkan kritik," ujar Kiai Ahsin Sakho saat dihubungi Republika.co.id, Senin (17/4/2023).

Dalam kehidupan itu, menurut dia, tidak seorang pun yang hidup tanpa kritik. Semakin tinggi jabatan seseorang, kata dia, maka akan semakin banyak pula kritikan yang muncul. Namun, dalam menghadapi kritikan tersebut nabi tidak marah, khususnya yang berkaitan dengan kritikan terhadap pribadinya.

"Jadi nabi itu kan kalau diktirik itu kalau berkaitan dnegan dirinya sendiri, itu nabi gak masalah. Tapi, kalau seandainya yanf dicerca itu adalah Allah dan ajaran-ajaran Allah, maka nabi akan menghadapi mereka itu dengan segala kemampuan yang ada," ucap Pakar Ilmu Alquran ini.

Seperti yang dikisahkan dalam Perang Hunain. Saat itu, Rasulullah memberikan unta untuk al-Aqra’ bin Habis dan Uyainah, masing-masing 100 ekor unta. Ternyata, keputusan Rasulullah itu dianggap tidak adil bagi sebagian sahabat. Mereka bahkan menuduh Rasulullah kalau pemberian itu tidak dilandasi untuk mendapatkan ridha Allah.

Usai perang, ada seorang sahabat yang mendatangi Rasulullah. Dia protes karena Rasulullah hanya memberi unta kepada al-Aqra’ bin Habis dan Uyainah. Sementara Ju’ail bin Saraqah tidak dikasih unta barang seekor pun.

Rasulullah lantas menjelaskan mengapa dia melakukan itu. Kata Rasulullah, Ju’ail bin Saraqah sudah mantap dan kokoh keislamannya sehingga tidak perlu diberi harta benda. Sementara Uyainah dan al-Aqra diberi unta masing-masing 100 ekor- agar keislaman mereka menjadi kuat. Karena mereka termasuk al-muallafah qulububum (orang yang dilunakkan hatinya), sementara Ju’ail bin Saraqah tidak.

Jadi, menurut Kiai Ahsin Sakho, ketika seorang pemimpin mendapatkan kritikan dari rakyatnya, maka hendaknya menjelaskannya secara baik-baik tanpa harus marah-marah. Selagi berada di jalan yang benar, kata dia, jangan pernah takut pada kritikan.

"Jadi sebagai public figure, dia pasti akan mendaptakan kritikan dari berbagai macam. Artinya, bagi orang yang hebat, ya sudah tenang-tenang saja. Yang penting kita sudah berada di jalan yang benar," kata Kiai Ahsin Sakho.

Seperti dilansir About Islam, juga ada sebuah kisah yang menunjukkan cara nabi menghadapi kritikan. Suatu hari, seorang rabi Yahudi, Zaid ibn Sun’ah datang menuntut pembayaran utang dari Nabi Muhammad SAW. Ia dengan kasar menarik jubah Rasulullah dari bahunya dan berkata kasar.

“Kamu, putra Abdul-Muthalib, membuang-buang waktu,” ujar Zaid saat itu.

Umar ibn Al-Khattab, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang melihat kejadian ini marah. Ia kemudian mengatakan tidak seharusnya Zaid berkata seperti itu.

“Wahai musuh Allah SWT, apakah kamu berbicara dengan Rasulullah dan berperilaku seperti itu padanya? Jika bukan karena takut kehilangan surga, aku akan memenggalmu dengan pedangku!” kata Al-Khattab.

Namun, Nabi Muhammad SAW mengatakan Al-Khattab tidak perlu demikian. Ia tersenyum dan mengatakan Zaid berhak atas perlakuan yang lebih baik, bahkan seharusnya menasihati dirinya untuk segera melunasi pinjaman, termasuk membayar dalam jumlah lebih sebagai bentuk kompensasi atas sikap mengancam sahabatnya.

Dalam kejadian ini, Nabi Muhammad tidak menunjukkan sikap defensif. Bahkan, ia tidak akan pernah marah demi dirinya sendiri, melainkan hanya akan menjadi marah demi Allah SWT jika salah satu batasan telah dilanggar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement