MAGENTA -- Mencari teman yang benar-benar bisa membawa kebaikan dalam pertemanan gampang-gampang susah. Salah gaul bisa menjadi sebab seseorang ikut-ikutan melakukan perbuatan krimininal seperti penyalagunaan narkoba, pencurian, parampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan lainnya.
Bahkan, dulu dalam pertemanan ada istilah PMP yang merupakan singkatan dari 'Pren Makan Pren' atau dalam arti sederhananya adalah teman makan teman. Mungkin, yang memelesetkan singkatan PMP dari Pendidikan Moral Pancasila menjadi Pren Makan Pren pernah gagal membina pertemannya.
Menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa disapa Buya Hamka, dirangkum dari bukunya yang berjudul Falsafah Hidup tebitan Republika Penerbit 2015, syarat-syarat teman setia sekurang-kurangnya ada 10 perkara.
.
.
10 Syarat teman setia
1. Tidak ada maksud yang tak jujur (udang di balik batu).
2. Dia tegas kepada kita pada waktunya, tidak mengambil muka, bersikap terus terang, bukan mengiya-iyakan perbuatan kita, padahal nyata salah. Sanggup dia menyalahkan pekerjaan kita yang salah, walaupun pahit bagi kita menerimanya.
3. Kalau perlu, dia suka berkorban untuk kita pada waktunya, sebagaimana kesanggupan kita berkorban pada waktunya pula. Jangan hanya menerima saja, hendaklah sanggup pula memberi.
4. Tahan harinya melihat perangai kita yang kerap kali berubah-ubah dan tabiat buruk yang ada pada tiap-tiap orang, sehingga tidak segera dia naik darah melihat keburukan itu. Bahkan dia sabar. Kelak apabila datang angin baik, suka dia menunjukkan kesalahan kita itu dengan laku yang patut.
5. Dia terus terang kepada kita, tidak pernah membohongi, walaupun dengan berdusta itu menurut pertimbangannya akan dapat memelihara hati kita.
6. Dihormatinya rumah tangga kita, dimuliakannya kehormatan kita, dan tidak 'lain' pandangannya kepada istri kita.
7. Hendaklah lebih utama budinya dari kita, luas akalnya, mulia tujuannya. Sehingga dibawanya kita ke atas, bukan dijatuhkannya ke bawah.
BACA JUGA: Pernah Ditanya Soal Perbedaan Waktu Hari Raya, Ini Jawaban Buya Hamka
8. Kalau perlu, dia sanggup mengorbankan apa yang perlu dan mahal buat kita.
9. Dipersetujukannya jalan pikirannya dengan jalan pikiran kita.
10. Rahasia kita disimpannya, tidak diumpat-digunjingnya di belakang kita. Zahir dan batinnya sama rata di dalam perkara-perkara yang berhubung dengan kita.
.
.
Buya Hamka menambahkan ilmu persahatan dibagi menjadi dua. Pertama, kesanggupan kita menyelidiki dengan budi yang halus, adakah pada orang yang akan dijadikan sahabat itu lengkap syarat-syarat tadi atau tidak. Kedua, kesanggupan mencukupkan syarat-syarat itu pada diri kita sendiri, untuk kita bayarkan pula kepada sahabat itu, sehingga budi berbalas, dunia bertebus.
"Sahabat itu tidak boleh hanya mementingkan diri sendiri terhadap kita, kita pun tidak boleh mementingkan diri sendiri buat dia. Baik harus dibalas dengan kebaikan yang sama, kalau tidak sanggup yang lebih tinggi. Kalau tidak begitu, kitalah yang memberatinya, alamat persahabatan itu tidaklah kekal," tulis Buya Hamka dalam bukunya.
BACA JUGA: Daftar Lokasi Sholat Idul Fitri 21 April 2023 untuk Wilayah Bogor, Tangerang, dan Bekasi
Buya Hamka menjelaskan, jika engkau telah sanggup menjadi contoh dari sahabatmu dalam hal kesetiaan, ketenangan hati dan kesabaran, kemuliaan budi dan belas kasihan; kalau engkau telah sanggup membuka kunci hatimu kepadanya dengan jujur, serta engkau merasa berkongsi dengan dia di dalam jalan pikiran, engkau hindarkan hubungan yang hanya lantaran persamaan pendapat, engkau rasakan sakit apa yang dirasakannya sakit; kalau telah begitu percayalah engkau akan mendapat seorang sahabat setia sehidup semati.
Ingatlah orang yang memang berturunan baik dan berbudi dan berpendidikan sejak asal jugalah yang tahu membalas budi. Ujian akal itu biasanya lama sehingga nanti akan timbul sendiri perangainya yang asli itu. Waktu itulah akan nyata bahwa dia teman yang setia atau tidak.
Tetapi hati-hati, satu kali akan kejadian, engkau lihat sahabatmu itu mungkir akan janjinya, bertemu padanya barang yang tidak engkau kehendaki. Waktu itu mesti tahan dahulu, jangan terburu menetapkan hukum. Kita wajib lebih setia, tuntun dan pimpin dia. Karena boleh jadi kelak akan timbul sesalnya atas perbuatannya itu.
"Agaknya ada satu sebab yang lain yang menyebabkan dia begitu, itulah yang mesti diselidiki. Kalau kita tahan, ada kalanya dia akan kembali lagi kepada kita, dan lebih setia dari dahulu, karena maaf kita yang pertama itu," kata Buya Hamka. (MHD)
BACA JUGA:
Tak Punya Uang, Sukarno Lelang Peci Kesayangan untuk Bayar Zakat Fitrah
Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat
Daftar Lokasi Sholat Idul Fitri 21 April 2023 untuk Wilayah DKI Jakarta
Mudik Lebaran 2023, Perhatikan Adab Bepergian dalam Islam
Berencana Mudik di Malam Hari? Ingat 5 Hal Ini Saat Berkendara
Doa Bepergian dan Naik Kendaraan, Jangan Lupa Dibaca Sebelum Mudik