REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koperasi syariah berpeluang berkembang lebih baik lagi dengan adanya Revisi Undang-Undang Perkoperasian. Perwakilan Forum Koperasi Indonesia (FORKOPI), Kartiko Adi Wibowo menyampaikan bahwa recognisi koperasi syariah pada RUU Perkoperasian lebih banyak dibandingkan dengan UU telah ada sebelumnya, baik UU Nomor 25 tahun 1995 ataupun UU Ciptaker.
"Harapannya bila RUU ini disahkan menjadi UU maka koperasi syariah akan menjadi lebih baik lagi, karena RUU ini mewajibkan anggaran dasar koperasi syariah mencantumkan tentang DPS pada anggaran dasarnya," katanya dalam diskusi daring yang digelar Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), beberapa waktu lalu.
Pada RUU Perkoperasian, Rapat Anggota memiliki kewenangan tambahan untuk mengangkat DPS, menaikan level DPS sejajar dengan level pengurus dan Pengawas. Selain itu, direcognisi juga fungsi baitul maal pada koperasi.
Meski demikian, masih ada beberapa tantangan bagi koperasi syariah yang perlu diselesaikan. Tantangan tersebut diantaranya adalah konsep APEX yang perlu diperjelas, adanya ancaman sanksi pidana, perpajakan dan standarisasi kompetensi pengurus, pengawas dan DPS.
Deputi Direktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah KNEKS, Bagus Aryo mengatakan, menurut data yang ada, hingga saat ini ada 3.912 koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS), sedangkan anggota KSPPS berjumlah 4,6 juta orang. Diharapkan RUU Perkoperasian mampu menjawab permasalahan koperasi baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Bagus menambahkan bahwa ekosistem koperasi juga harus diperhatian di RUU Perkoperasian, seperti LPS, APEX, Biro Kredit, Sistem Pengawasan, Penjamin Pembiayaan, dan lain-lain.