Selasa 18 Apr 2023 09:44 WIB

Kasus Penolakan Sholat Id Harus Jadi Pelajaran Sidang Itsbat

Pemerintah tak usah pemilih salah satu hari Idul Fitru ketika terhadi perbedaan.

  Umat Muslim melaksanakan shalat Idul Fitri 1437 Hijriah di halaman Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Rabu (6/7). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Umat Muslim melaksanakan shalat Idul Fitri 1437 Hijriah di halaman Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Rabu (6/7). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan, terjadinya polemik pada penyelenggaraan tempat sholat Idul Fitri, yang kini terjadi harus menjadi bahan pertimbangan keputusan sidang itsbat. Pada sidang itsbat tahun ini, seharusnya cukup menetapkan bahwa Lebaran di Indonesia akan terjadi pada Jumat (21/4/2023) atau Sabtu (22/4/2023). Tak usah kemudian melalui menteri agama menetapkan dengan memilih salah satu tanggalnya.

"Jadi, cukup umumkan saja bahwa sesuai sidang itsbat maka Idul Fitri tahun ini jatuh pada 21 atau 22 April. Cukup itu saja. Jangan berpihak. Biarkan umat Islam memilih sendiri. Negara hanya bertugas mengawasinya dan membuat perayaan Idul Fitri berjalan baik dan lancar. Ini karena melaksanakan sholat Idul Fitri adalah hak asasi setiap warga negara yang dijamin di konstistusi, pasl 29 UUD 1945," kata Anwar Abbas, Selasa (18/4/2023) pagi.

Baca Juga

Abbas menyatakan, perlunya sikap negara bersikap adil dan bijak dalam menentukan hari Lebaran, semakin penting nilainya bagi masa-masa mendatang. Ini karena setiap kurun empat tahun pasti akan selalu terjadi beberapa kali perbedaan dalam menentukan Idul Fitri, yang dilakukan melalui sistem hisab dan rukyat.

"Harapan saya, siapa pun nanti menteri agamanya pada masa mendatang, baik yang berpaham paham hisab maupun rukyat, cukup menentukan bila ada perbedaan hari Lebaran putuskan saja bahwa pemerintah menetapkan bahwa Idul Fitri jatuh pada kedua hari itu. Silakan warga menjalankannya dan pemerintah akan menjamin kelancarannya. Cukup itu saja. Sekali lagi tak usah memilih," ujarnya.

Sebab, Abbas melanjutkan, kalau memilih menetapkan pada salah satu hari ketika terjadi perbedaan, imbasnya akan rumit ketika diimplementasikan. Padahal, menteri agama ke depan akan terus berbeda-beda anutan paham atau mahzab keagamaan pribadinya.

"Maka tak usah dalam soal pelaksanaan hak beragama diintervensi sampai terjadi reziminasi paham keagamaan. Biarkan umat Islam selalu warga negara memilihnya sendiri," kata Anwar Abbas lagi.

Menyinggung kabar penolakan dari keinginan warga Muhammadiyah di Solo, yang akan menggelar Idul Fitri pada 21 April ini di alun-alun Pura Mangkunegara, Anwar Abbas menegaskan, sama sekali tidak ada masalah. Mengapa? Ini karena lahan-alun alun tersebut bukan fasilitas umum, melainkan properti pihak pribadi, yakni Pura Mangkunegara.

"Tak menjadi soal bila pihak Mangunegara tak mengizinkan. Itu kan lahan kepunyaannya. Kita harus hormati sikapnya dan warga Muhammadiyah akan mencari lahan yang lain. Ini berbeda jadinya kalau lahan tersebut merupakan fasilitas negara atau umun, semua pihak bisa menggunakannya. Negara, yakni pemerintah harus menjamin keamanan dan kelancaran acara sholat Idul Fitri tersebut. Bukan malah menolak pemakaian fasilitas umum tersebut," kata Anwar Abbas menegaskan.

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement