REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sulit mengendalikan amarah bisa menjadi hal serius. Laporan dari Mental Health Foundation mengungkapkan 12 persen orang berjuang mengendalikan amarahnya, 28 persen khawatir dengan perasaan marah yang menyergap mereka dalam beberapa waktu, dan 64 persen responden menilai semakin banyak orang yang menjadi pemarah.
"Kemarahan adalah salah satu emosi yang membantu asalkan Anda dapat belajar mengatasinya," kata konselor Relate Gurpreet Singh.
Lebih lanjut, Singh menganjurkan untuk mengenali bentuk emosi tersebut. Anda mungkin tidak akan menyadari sedang disergap amarah kalau tidak mengenali gejalanya.
Sebagian besar orang tahu ketika marah, jantungnya akan berdebar kencang dan kepalan tangan terlihat. Gejala lainnya kadang tidak disadari orang, misalnya otot tegang, menangis, tidak mampu menilai sesuatu dengan objektif atau tidak bisa berpikir jernih, merasa kewalahan, frustasi, kesal, terhina, atau menjadi defensif.
Saat marah, Anda juga bisa merasakan kaki menjadi lemah atau butuh ke kamar mandi. Setelah mengetahui gejalanya, penting untuk memahami hal yang membuat Anda marah. Bisa jadi, itu tidak seperti yang Anda kira.
"Terkadang, ketika kita merasa marah tentang sesuatu, sebenarnya marah tentang hal lain. Anda mungkin berdebat dengan pasangan soal piring, tapi bisa jadi sebenarnya kemarahan itu tentang ketidakadilan dalam hubungan," ujar Gurpreet.
Tanpa disadari, kemarahan itu mungkin menumpuk. Kunci untuk mengatasinya adalah meluangkan waktu untuk merenung.
"Konseling adalah cara bagus untuk memahami diri sendiri. Ketika berhubungan dengan perasaan, Anda juga berhubungan dengan kemarahan," ucap dia.
Ada kalanya, kemarahan juga bisa sangat wajar dan Anda tidak boleh mengabaikannya. Singh memperingatkan menegasikan kemarahan bisa menjadi hal buruk.
Di lain sisi, kemarahan juga harus melalui proses yang bertanggung jawab. Anda bisa mencoba untuk tidak menyerang.
Kerap kali, orang akhirnya menyalahkan orang lain ketika marah. Menurut Singh, cara tersebut tidak sehat. Terlebih, jika kemarahan berubah menjadi kekerasan.
"Bicaralah dengan orang-orang dan cobalah untuk menyeimbangkan apa yang membuat Anda merasa seperti itu," tuturnya.
Ketika menyangkut masalah besar, misalnya, orang bisa melancarkan protes. Demonstrasi adalah cara yang tepat untuk memproses kemarahan.
"Tetapi ketika protes berubah menjadi kekerasan, ini bukan lagi soal bersikap asertif melainkan hanya melampiaskan rasa frustrasi," kata dia.
Singh menyarankan agar mulai menghitung sampai 10 untuk memberi diri waktu beberapa saat menenangkan diri, memahami kemarahan, dan memikirkan apa yang ingin Anda katakan dengan tenang. Anda bisa melampiaskan amarah tanpa mengarahkannya kepada siapa pun.
Kapan harus mencari bantuan profesional?
Dilansir The Sun, Jumat (21/4/2023), Anda mungkin tidak tahu bahwa kemarahan Anda telah melewati batas atau Anda membutuhkan bantuan. Ada waktu saat orang-orang dalam hidup Anda tidak lagi mau menolerir perilaku Anda.
Pasangan, bos, atau keluarga mungkin mengatakan mereka sudah muak. Bahkan, mungkin mereka akan pergi meninggalkan Anda. Dalam kasus serius, masalah kesehatan dapat muncul dan layanan sosial serta kepolisian dapat terlibat.