Selasa 18 Apr 2023 17:00 WIB

Perbedaan Sholat Idul Fitri, Kemenag: Kami Berharap Pemerintah Diikuti, Tapi...

Perbedaan lebaran harus dihormati

Rep: muhyidin/ Red: Muhammad Subarkah
Warga memadati pasar untuk membeli daging sapi pada perayaan tradisi Meugang Ramadhan 1443 Hijriah di Lhokseumawe, Aceh. Jumat (1/4/2022). Perayaan Meugang merupakan tradisi membeli daging sapi tanpa perbedaan kaya dan miskin, lalu dimasak sebagai hidangan istimewa keluarga yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni datangnya Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha.
Foto: ANTARA/Rahmad
Warga memadati pasar untuk membeli daging sapi pada perayaan tradisi Meugang Ramadhan 1443 Hijriah di Lhokseumawe, Aceh. Jumat (1/4/2022). Perayaan Meugang merupakan tradisi membeli daging sapi tanpa perbedaan kaya dan miskin, lalu dimasak sebagai hidangan istimewa keluarga yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni datangnya Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, dan Idul Adha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah berkali-kali ada perbedaan pelaksanaan sholat Idul Fitri 1444 H/ 2023 M di Indonesia. Namun, baru kali ini muncul larangan dari pemerintah daerah (Pemda) terkait penggunaan lapangan untuk pelaksanaan sholat Idul Fitri Muhammadiyah. 

Ada dugaan Pemda membaca sikap pemerintah pusat sehingga akhirnya mengeluarkan surat larangan itu. Namun, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Prof Kamaruddin Amin tidak dapat memastikan terkait dugaan tersebut. Karena, pemerintah sendiri belum menetapkan awal 1 Syawal.

 

"Bisa jadi (karena membaca sikap pemerintah pusat). Tetapi pemerintah pusat belum mengeluarkan keputusan, masih belum Sidang Itsbat, meskipun ya dari berabagai analisis para pakar kan memang ada potensi perbedaan itu. Tetapi kan pemerintah belum mengeluarkan kebijakan terkait itu," ujar Prof Kamaruddin saat dihubungi //Republika.co.id//, Selasa (18/4/2023).

 

Dalam penetapaan Idul Fitri 2023, menurut dia, pemerintah tentu berharap seluruh masyarakat Indonesia bisa mengikuti keputusan Sidang Itsbat yang diselenggarakan Kemenag. Tapi, jika pun ada  yang berbeda dengan keputusan pemerintah, maka harus dihargai. 

 

"Sebenarnya sih kami berharap agar kebijakan pemerintah bisa diikuti, tapi sekiranya ada yang dengan alasan tertentu yang bisa dibenarkan, misalnya perbedaan pandangan terkait dengan masuknya awal Syawal, ya tentu karena kita bukan negara agama, kita negara demokrasi, ya tentu kita harus menghargai, kita harus memahami," ucap Prof Kamaruddin

 

"Termasuk Pemda semua juga harus dalam frame pemahaman seperti ini bahwa kuta harus saling mengorhormari. Karena mereka juga punya dasar tentunya," jelas dia. 

 

Menurut dia, tidak menjadi masalah jika Muhammadiyah dan pemerintah berbeda dalam menetapkan Idul Fitri 1444 H. Karena, Muhammadiyah juga punya dasar yang kuat. 

 

"Jadi sebagai pemerintah ya memang kita tentu berharap mengikuti pemerintah. Tetapi sekiranya tidak, karena alasan yang sangat kuat, ya tidak masalah juga. Kita harus menghormati perbedaan itu," kata Prof Kamaruddin.

 

"Sekali lagi saya berharap agar kita bisa sama-sama menjaga kesyahduan, kekhuyukan Idul Fitri ini dan kita sama-sama menghormatinya," tutupnya. 

 

Untuk diketahui, Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1444 H jatuh pada 21 April 2023 mendatang. Sementara, pemerintah masih akan menunggu keputusan Sidang Itsbat yang akan digelar pada Kamis (20/4/2023) mendatang. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement