REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kerukunan meski ada perbedaan hari raya Idul Fitri 1444 H. Dia menekankan, hal terpenting yang harus dihindari adalah keretakan umat.
"Jangan sampai perbedaan penentuan hari raya ini menyebabkan perpecahan di kalangan umat. Persatuan dan kesatuan ini sangat penting. Apapun yang menyebabkan keretakan umat ini harus dihindari," kata dia kepada Republika, Selasa (18/4/2023).
Kiai Afifuddin juga menekankan agar mengedepankan toleransi kepada pihak yang berbeda. Dia mengatakan, perbedaan hari raya tentu didasarkan pada keyakinan dan dasar yang kuat. Dalam kondisi demikian, masing-masing pihak harus saling menghargai.
"Pihak sini punya keyakinan, pihak sana punya keyakinan. Kita yang punya keyakinan menghargai keyakinan pihak sana. Pihak sana yang punya keyakinan pun mentolerir keyakinan yang ada di pihak sini," kata dia.
"Pokoknya, yang diutamakan adalah persatuan, dan apapun yang menyebabkan retaknya persatuan itu harus dihindari," ujarnya menekankan.
Terkait metode yang digunakan dalam menentukan awal dan akhir puasa Ramadhan, Kiai Afifuddin menjelaskan, Nabi Muhammad SAW telah memberi petunjuk yang jelas bahwa rukyat adalah pedoman dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal. "Termasuk bulan-bulan yang lain, pedomannya itu rukyat. Ini sangat jelas sekali," jelasnya.
Kiai Afifuddin kemudian mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang merupakan pedoman dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berhentilah kamu berpuasa karena melihat hilal (hilalnya Syawal). Jika ternyata hilal itu terhalang mendung (atau hal lainnya) maka sempurnakanlah bulan Sya'ban (atau Ramadhan) menjadi 30 hari." (HR Bukhari dan Muslim)