Rabu 19 Apr 2023 10:13 WIB

Sri Mulyani: Kebijakan Menkeu Dunia Berimplikasi Perubahan Iklim

Menkeu berperan mengambil keputusan yang membentuk lanskap ekonomi.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-9 Koalisi Menkeu untuk Aksi Iklim di Washington, Amerika Serikat, Sabtu (15/4/202), menilai kebijakan yang diambil para menkeu dunia akan memiliki implikasi signifikan dalam merespons perubahan iklim.
Foto: AP Photo/Jose Luis Magana
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-9 Koalisi Menkeu untuk Aksi Iklim di Washington, Amerika Serikat, Sabtu (15/4/202), menilai kebijakan yang diambil para menkeu dunia akan memiliki implikasi signifikan dalam merespons perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-9 Koalisi Menkeu untuk Aksi Iklim di Washington, Amerika Serikat, Sabtu (15/4/202), menilai kebijakan yang diambil para menkeu dunia akan memiliki implikasi signifikan dalam merespons perubahan iklim. 

"Kebijakan ini termasuk bagaimana mengalokasikan sumber daya, berinvestasi dalam inovasi, maupun persiapan dalam menghadapi risiko yang terkait dengan perubahan iklim," kata Sri Mulyani dalam keterangan resmi, Rabu (19/4/2023).

Baca Juga

Hal tersebut, kata dia, karena menkeu memiliki peran yang sangat krusial dalam mengatasi tantangan perubahan iklim dengan menetapkan kebijakan dan mengambil keputusan yang membentuk lanskap ekonomi.

Oleh karenanya, para menkeu dalam koalisi tersebut menekankan pentingnya memiliki strategi untuk mempercepat pencapaian target 1,5 derajat celcius sembari tetap menjaga momentum pembangunan ekonomi pasca pandemi, utamanya pada negara berpendapatan rendah dan berkembang. Mempertimbangkan kondisi tersebut, Finlandia, Indonesia, serta Sekretariat Koalisi memilih untuk membahas hal mengenai panduan penguatan peran menteri keuangan dalam mendorong aksi perubahan iklim serta transisi keuangan sebagai perluasan dari program transisi hijau.

Sri Mulyani menyebut permasalahan global yang dihadapi yaitu pelemahan ekonomi pada 2023 dan potensi tidak tercapainya target 1,5 derajat celcius pembatasan laju pemanasan global antara 2030-2035. "Dalam menghadapi dua tantangan tersebut, kita harus menyadari bahwa iklim dan pembangunan bagaikan dua sisi mata uang. Apabila memisahkan keduanya, hanya akan membatasi sumber daya dan menghambat upaya pencapaian target Perjanjian Paris," ucapnya.

Dia turut menyampaikan bahwa dalam masa Indonesia menjadi Chairman ASEAN 2023, telah dirilis The ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance (ATSF) Versi 2 pada Maret 2023. ATSF Versi 2 dapat mengakomodasi kebutuhan asesmen yang lebih menyeluruh terkait "bagaimana dan di mana" kontribusi program penghentian batubara ditempatkan sebagai upaya dekarbonisasi dalam mendukung Perjanjian Paris. Dalam transisi keuangan, taksonomi saja tidak cukup.

"Tentu saja, mempersiapkan lembaga dan peraturan yang dapat dioperasikan seperti pengungkapan yang andal dan pelaporan serta badan verifikasi yang diterima secara global, diperlukan untuk mengembangkan pembiayaan transisi yang berintegritas tinggi dan sangat kredibel," ucapnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement