REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Tiola Allain mengatakan peningkatan konsumsi masyarakat selama Ramadhan dan Idul Fitri akan mempengaruhi tren pertumbuhan transaksi ekonomi digital. Menurut dia, pertumbuhan tren transaksi digital itu terjadi karena banyak pembeli pasar konvensional yang beralih ke platform e-commerce karena proses transaksi yang lebih efektif dan memudahkan para konsumen.
"Walaupun secara umum terjadi kenaikan harga-harga, tetapi daya beli konsumen juga meningkat karena adanya anggaran tambahan, seperti tunjangan hari raya dan peningkatan penerimaan pada sektor-sektor strategis, seperti makanan minuman," ujarnya dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (19/4/2023).
Ia pun memastikan peningkatan tren penggunaan layanan digital tersebut akan mempercepat integrasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kepada platform digital agar makin tumbuh dan berkembang serta memberikan kontribusi kepada perekonomian.
"Pemerintah dapat melanjutkan dan menggalakkan berbagai program pembinaan UMKM dan sosialisasi mengenai transformasi ekonomi digital yang lebih luas," kata lulusan S Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura ini.
Tiola mengharapkan tren peningkatan aktivitas ekonomi digital ini diikuti pemerataan akses infrastruktur internet agar penduduk di luar kota-kota besar dapat diuntungkan juga dengan kemudahan layanan digital.
Menurut dia, layanan digital tidak hanya bermanfaat dalam mendukung transaksi jual beli, tetapi juga berdampak besar pada berbagai sektor kehidupan masyarakat seperti pembelajaran jarak jauh dan telemedicine.
"Perkembangan aktivitas ekonomi digital yang sangat pesat ini harus dibarengi dengan upaya nyata untuk mendukung keamanan dan pertumbuhan di sektor ini, termasuk meminimalisir ketimpangan akses teknologi informasi dan komunikasi (digital divide) dan kemampuan digital antardaerah dan antarkonsumen di Indonesia," ujarnya.
Selama ini, ketimpangan akses teknologi informasi komunikasi dan kemampuan digital menjadi hambatan dalam meningkatkan penetrasi ekonomi digital dan menciptakan peluang ekonomi masyarakat yang tinggal di kota-kota kecil dan jauh dari pusat ekonomi.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan sebanyak 40 persen atau sekitar 77 miliar dolar AS (Rp 1.146 triliun) dari total transaksi ekonomi digital ASEAN berasal dari Indonesia. Pada 2025, nilai tersebut diprediksi akan meningkat dua kali lipat menjadi 130 miliar dolar AS (Rp 1.934 triliun) dan terus akan meningkat hingga mencapai sekitar 360 miliar dolar AS (Rp 5.357 triliun) di 2030.