Rabu 19 Apr 2023 15:08 WIB

Presiden Korsel Janjikan Perluas Bantuan ke Ukraina

Korsel telah menjajaki cara membantu mempertahankan dan membangun kembali Ukraina

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol menyatakan, mungkin akan memperluas dukungannya untuk Ukraina di luar bantuan kemanusiaan dan ekonomi jika terjadi serangan sipil skala besar.
Foto: EPA-EFE/YONHAP
Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol menyatakan, mungkin akan memperluas dukungannya untuk Ukraina di luar bantuan kemanusiaan dan ekonomi jika terjadi serangan sipil skala besar.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol menyatakan, mungkin akan memperluas dukungannya untuk Ukraina di luar bantuan kemanusiaan dan ekonomi jika terjadi serangan sipil skala besar. Dia mengatakan, pemerintahnya telah menjajaki cara membantu mempertahankan dan membangun kembali Ukraina.

Perubahan itu, menurut Yoon, sama seperti Korsel menerima bantuan internasional selama Perang Korea 1950-1953. "Jika ada situasi yang tidak dapat dimaafkan oleh komunitas internasional, seperti serangan skala besar terhadap warga sipil, pembantaian, atau pelanggaran serius terhadap hukum perang, mungkin sulit bagi kami untuk hanya meminta dukungan kemanusiaan atau keuangan," kata presiden Korsel itu dalam sebuah wawancara dengan Reuters menjelang kunjungan kenegaraannya ke Amerika Serikat (AS) pada pekan depan.

Pernyataan Yoon adalah pertama kalinya Seoul menyarankan kesediaan untuk memberikan senjata ke Kiev. Sikap ini berubah lebih dari setahun setelah mengesampingkan kemungkinan bantuan mematikan.

Sekutu utama AS dan produsen utama amunisi artileri tersebut sejauh ini berusaha menghindari permusuhan dengan Rusia. Perusahaan Seoul beroperasi di Moskow dan pengaruh atas Korea Utara (Korut).

"Saya percaya tidak akan ada batasan sejauh mana dukungan untuk mempertahankan dan memulihkan negara yang telah diserang secara ilegal baik di bawah hukum internasional maupun domestik," kata Yoon.

Tapi, Yoon menyatakan, ada pertimbangan hubungan Korsel dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perang dan perkembangan di medan perang. Kondisi itu yang membuatnya akan mengambil tindakan yang paling tepat.

Yoon dijadwalkan mengunjungi Washington minggu depan untuk pertemuan puncak dengan Presiden AS Joe Biden. Pertemuan itu menandai peringatan 70 tahun aliansi kedua negara.

Selama pertemuan nanti, Yoon mengaku akan mencari hasil nyata pada upaya sekutu untuk meningkatkan respons terhadap ancaman yang berkembang dari Korut. Pyongyang  telah meningkatkan uji coba militer dan meluncurkan rudal balistik antarbenua berbahan bakar padat pertama pekan lalu.

Yoon menyatakan, Seoul akan meningkatkan kemampuan pengawasan, pengintaian, dan analisis intelijennya. Korsel juga akan mengembangkan senjata berkekuatan tinggi dan berperforma sangat tinggi untuk melawan Korut.

"Jika perang nuklir pecah antara Korsel dan Korut, ini mungkin bukan hanya masalah antara kedua belah pihak, tetapi seluruh Asia Timur Laut mungkin akan menjadi abu. Itu harus dihentikan," kata Yoon.

Ketika ditanya apakah sekutu akan membayangkan kelompok perencanaan nuklir NATO versi Asia yang melibatkan Jepang, Yoon mengatakan bahwa mereka berfokus pada langkah-langkah bilateral. Korsel akan memperkuat berbagi informasi, perencanaan kontinjensi bersama, dan pelaksanaan rencana bersama.

"Dalam hal menanggapi serangan nuklir yang kuat, saya pikir langkah-langkah yang lebih kuat dari apa yang harus disiapkan NATO," kata Yoon merujuk pada aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara.

Pada Februari, Korsel dan AS mengadakan latihan yang mensimulasikan serangan nuklir Korut. Kegiatan ini sebagai bagian dari upaya Seoul untuk memainkan peran lebih besar dalam kebijakan nuklir Washington atas Pyongyang.

"Saya pikir tidak ada masalah besar jika Jepang bergabung, tetapi karena ada banyak kemajuan antara AS dan Korsel, akan lebih efisien untuk membuat sistem ini sendiri terlebih dahulu," kata Yoon.

Ketegangan telah berkobar dalam beberapa pekan terakhir, dengan Korut mengancam tindakan lebih praktis dan ofensif atas latihan militer Korsel-AS. Korut pun menolak untuk menjawab sambungan antar-Korea.

Yoon mengaku terbuka untuk pembicaraan damai tetapi menentang setiap pertemuan kejutan dengan pemimpin Korut Kim Jong-un. Dia tidak ingin pamer kepada pemilih dari kepentingan politik domestik.

Presiden Korsel pun mengkritik pengumuman pembicaraan antar-Korea yang tiba-tiba dan tanpa informasi dari mantan pemerintah sebelumnya. Menurutnya, tindakan sebelumnya itu tidak banyak membangun kepercayaan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement