REPUBLIKA.CO.ID, BERKELEY -- Pergelaran acara Javanese Shadow Theater yang digelar di Hertz Hall UC Berkeley, pada Ahad (16/4/2023) telah memukau publik Amerika Serikat (AS) di San Francisco Bay Area. Pertunjukan tersebut diselenggarakan oleh Gamelan Sari Raras yang dinahkodai oleh Dalang Midiyanto sebagai Direktur pengajar di Departemen Seni, UC Berkeley.
Acara tersebut juga didukung oleh artis tamu yang langsung datang dari Indonesia, yaitu dalang Ki Gunarto Gunotalijendro beserta tim Sanggar Sari Laras. Acara semakin semarak dengan alunan suara sinden kawakan, Heni Savitri, serta iringan Gamelan Sari Raras sebagai salah satu komunitas gamelan besar di AS.
Konjen RI San Francisco, Prasetyo Hadi, mengatakan, pertunjukan wayang kulit sebagai bagian dari kekayaan seni budaya Indonesia yang telah dinanti oleh banyak warga lokal maupun asing di San Francisco Bay Area.
“Seni wayang kulit merupakan bagian dari khasanah keragaman budaya Indonesia yang tak pernah lekang oleh perubahan zaman dan terus akan dinikmati tidak hanya oleh publik di tanah air tetapi juga publik asing tak terkecuali AS," ujar Prasetyo, dalam siaran pers, Rabu (19/4/2023).
Prasetyo mengatakan, kesenian wayang kulit digemari warga lokal maupun asing di San Francisco Bay Area. "Buktinya adalah meskipun pertunjukan tersebut berbayar, namun justru dihadiri oleh para penonton asing yang membludak di Hertz Hall yang memenuhi seluruh tempat duduk yang ada, tetapi juga adanya para pemain gamelan yang justru didominasi oleh warga lokal AS," kata Prasetyo.
Sementara itu, seorang Guru Besar Emeretus di UC Berkeley, Ben Brinner merasa bangga karena dapat mempersembahkan pertunjukan wayang kulit yang luar biasa di hadapan publik dan komunitas seni budaya, khususnya di Berkeley. “Suatu kebanggaan tersendiri bagi kami bisa menjadi bagian dalam memainkan kesenian wayang kulit khususnya di San Francisco Bay Area," kata Brinner.
Pertunjukan wayang kulit tersebut menampilkan bagian klasik dari cerita epik Ramayana yakni penyelamatan Shinta dari penculikan yang dilakukan oleh Rahwana. Kisah seni karya sastra tentang Rama dan Sinta ini dianggap sebagai kisah cinta yang fenomenal.
Wayang kulit tidak hanya populer di komunitas Jawa tetapi juga di banyak daerah di Indonesia. “Tradisi musik Jawa yang dimainkan dengan gamelan, seperangkat alat musik yang sebagian besar terbuat dari perunggu, telah berakar lebih dari seribu tahun yang lalu”, ujar Konsul Pensosbud KJRI San Francisco, Mahmudin Nur Al-Gozaly.
Kegiatan pertunjukan yang didukung penuh oleh KJRI San Francisco tesebut disesuaikan dengan segmentasi audiens yang mayoritas dihadiri orang asing, disertai dengan interpretasi terhadap naskah cerita yang berjalan sesuai dengan alur cerita yang dibawakan dalang. Diplomasi seni dan budaya harus tepat sasaran sehingga menyasar pihak-pihak asing terutama mereka yang belum banyak
mengenal dan mendalami budaya Indonesia.
Pertunjukan wayang kulit semakin penting sebagai upaya untuk melestarikan salah satu seni tradisional dunia yang dimiliki Indonesia. Hal ini sejalan dengan penetapan wayang
kulit oleh UNESCO sebagai salah satu Mahakarya Warisan Kemanusiaan Lisan dan Nonbendawi Dunia (Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) bersama dengan wayang golek dan wayang klitik pada 7 November 2003. n. Rizky Jaramaya