Rabu 19 Apr 2023 18:23 WIB

Shalat Id Muhammadiyah, Beda Pemerintah Kolonial dengan Pemkot Pekalongan - Pemkot Sukabumi

Shalat Id yang diadakan Muhammadiyah di tanah lapang, pernah ditolak oleh pemerintah kolonial. Tahun ini sempat ada masalah dengan Pemkot Pekalongan dan Pemkot Sukabumi.

Rep: oohya! I demi Indonesia/ Red: Partner
.
Foto: network /oohya! I demi Indonesia
.

Presiden Jokowi melaksanakan Shalat Idul Fitri 1439 H di Lapangan Astrid, Kebun Raya Bogor pada 2018. Pemerintah kolonial pernah tidak memberi izin penyenggaraan<a href= shalat Id di tanah lapang yang diajukan Muhammadiyah di Batavia. Lebaran kali ini, muncul pemberitaan Pemkot Pekalongan dan Pemkot Sukabumi sempat tidak memberi izin penyelenggaran Shalat Id di lapangan yang dikelola Pemkot. Setelah Menko Polkam dan Menteri Agama bersuara, akhirnya izin diberikan. (foto: putra m akbar/republika)" />
Presiden Jokowi melaksanakan Shalat Idul Fitri 1439 H di Lapangan Astrid, Kebun Raya Bogor pada 2018. Pemerintah kolonial pernah tidak memberi izin penyenggaraan shalat Id di tanah lapang yang diajukan Muhammadiyah di Batavia. Lebaran kali ini, muncul pemberitaan Pemkot Pekalongan dan Pemkot Sukabumi sempat tidak memberi izin penyelenggaran Shalat Id di lapangan yang dikelola Pemkot. Setelah Menko Polkam dan Menteri Agama bersuara, akhirnya izin diberikan. (foto: putra m akbar/republika)

Setelah berkali-kali permintaan izinnya ditolak, akhirnya Muhammadiyah Cabang Jakarta bisa menggelar Shalat Id di tanah lapang pada Lebaran 1934. Sehari sebelumnya, panitia membuat pengumuman di koran Pemandangan mengenai rencana Shalat Id di tanah lapang ini. Panitia mengatakan tidak menyediakan tikar, sehingga jamaah diminta membawa alas shalat masing-masing. Dari sekitar 1.000 yang ikut shalat, sebagian besar memakai koran untuk alas shalat.

Oohya! Baca juga:

Lebaran Muhammadiyah, Shalat Id di Tanah Lapang Dulu Dipersulit Pemerintah Kolonial.

Shalat Id Muhammadiyah di Tanah Lapang yang Pertama di Batavia pada 1934, Koran Jadi Alas Shalat.

Mengapa Muhammadiyah menggelar Shalat Id di tanah lapang? Pengoeroes Moehammadijah tjabang Djakarta minta kita moeatkan seroean kepada sekalian kaoem Moeslimin penduduk Djakarta, soepaja membesarkan sji’ar Islam dengan mengoendjoengi sembahjang ‘Aidilfitri ditanah lapang terseboet. Demikian bunyi pengumuman di Pemandangan edisi 16 Januari 1934.

Sebelum akhirnya memberikan izin penyelenggaraan Shalat Id di tanah lapang, apa yang menjadi alasan pemerintah kolonial menolak permintaan izin sebelum-sebelumnya? Tak ada penjelasan, tetapi pendapat De Indische Courant pada 1939 bisa dilihat sebagai sudut pandang Belanda terhadap gerak-gerik pribumi yang agamanya berbeda dengan agama para pejabat kolonial.

De Indische Courant melontarkan pendapatnya terkait dengan pelaksanaan Shalat Id di tanah lapang pada Lebaran 1939. De Indische Courant edisi 21 November 1939 menyebut shalat di tanah lapang itu sebagai demonstrasi “dalam diam” sekaligus ekspresi ibadah keagamaan yang didasari oleh sikap nasionalistik --jika tak boleh disebut sikap politik.

Shalat berjamaah memperlihatkan tak ada sekat kelas sosial seperti yang biasa muncul dalam hubungan pribumi – Belanda. Begitu diperlihatkan di udara terbuka koran itu menyebutnya sebagai ekspresi keagamaan yang didasari sikap nasionalistik. Bagi Indische Courant, mengumpulkan orang-orang –laki dan perempuan—di tanah lapang untuk melakukan Shalat Id itu merupakan aksi melepaskan kelas sosial dan sikap hormat feodal yang selama ini selalu ditemukan dalam pertemuan-pertemuan dengan penguasa.

“Dunia Islam membuka matanya dan dengan sungguh-sungguh menyadari bahwa tidak cukup hanya duduk di bawah tempurung kelapa,” tulis koran itu.

Lalu bagaimana dengan pandangan Pemkot Pekalongan dan Pemkot Sukabumi, yang sempat menolak permintaan penyelenggaraan Shalat Id pada Jumat (21/4/2023) di lapangan public yang dikelola Pemkot? Alasannya sepele: Karena pemerintah belum mengumumkan Idul Fitri. Sedangkan Pemkot Sukabumi mengatakan, penyelenggaraan Shalat Id di tanah lapang akan diadakan oleh Pemkot.

Priyantono Oemar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement