MAGENTA -- Bagi masyarakat Betawi, biasanya saat puasa baru berjalan 15 hari, ibu-ibunya sudah sibuk menyiapkan pakaian baru untuk anak-anak dan untuk diri sendiri. Kalau sudah begitu, bapak-bapaknya juga ikutan beli baju baru meski puasa baru dapat setengah bulan.
Kemudian, dilanjutkan dengan menyiapkan kue-kue yang akan disajikan pada hari Lebaran. Orang Betawi dulu tidak membeli kue-kue tersebut, mereka membuat sendiri. Kue-kue yang dibuat adalah dodol, wajik, geplak, dan kue kue kering lain.
"Dodol adalah kue atau penganan yang paling berat dan repot membuatnya. Oleh karena itu, sering dua atau tiga keluarga bergabung dalam membuatnya," tulis Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul Folklor Betawi: Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi terbitan Masup Jakarta 2012.
.
.
Pembuatan dodol biasanya dikerjakan sejak sahur. Mula-mula tepung ketan dan santan dicampur, diaduk dalam kawah besar, diaduk-aduk dengan penggayung. Kemudian, dimasukkan gula Jawa secukupnya.
Pekerjaan mengaduk tidak berat sewaktu campuran ini masih encer, tetapi setelah mulai mengental pekerjaan mengaduk-aduk menjadi berat, sehingga biasanya perlu dibantu tenaga laki-laki. Pekerjaan berat lainnya saat membuat dodol adalah mengupas dan memarut kelapa dalam jumlah yang banyak untuk membuat santan.
Pakaian baru sudah punya. Dodol, wajik, geplak, kue kering sudah jadi.
Lebaran kurang sehari lagi. Ibu-ibu mulai sibuk memasak ketupat.
BACA JUGA: Orang Betawi Sakit Obatnya Cuma Dedaunan: Resep Ramuan Tradisional, dari Borok Hingga Keremian
Makanan Lebaran Khas Betawi
Makanan khas Lebaran ini bisanya memakan waktu lima sampai enam jam memasaknya. Sambil menunggu ketupat matang, ibu-ibu juga memasak sayur sambel godog pepaya atau kacang panjang, membuat semur daging, serta lauk-pauk lainnya.
"Juga pada hari terakhir sebelum lebaran ini ibu-ibu biasanya dibantu bapak-bapak sibuk nguli (membuat uli) yang merupakan timpalan dari tape, sehingga menjadi tape uli," tulis Abdul Chaer.
Kemudian, sore hari menjelang buka puasa pada hari terakhir, biasanya orang-orang Betawi saling mengantar masakan yang dibuat kepada tetangga dekat atau kepada orang yang dihormati. Juga mengantar hasil masakannya ke masjid atau langgar untuk buka puasa bersama.
.
.
Pada malam takbiran saat orang laki-laki berada di masjid atau di langgar untuk bertakbir, maka ibu-ibu sibuk di rumah mengurusi rumah. Ibu-ibu beberes rumah yang sudah dikapur beberapa hari lalu.
Kemudian bangku-bangku yang sudah dicuci jauh-jauh hari, kini diatur dan ditata kembali baik-baik. Meja tamu dan meja makan diberi taplak baru atau taplak bersih dan di atasnya diletakkan vas bunga dengan bunganya.
Biasanya, bunga sedap malam, bunga gladiol, atau bunga hebras. Kagak ada capenya, kesibukan ibu-ibu merapikan rumah ini biasanya berlangsung sampai menjelang subuh.
"Esok harinya, pagi-pagi sekali sekitar pukul enam atau setengah tujuh orang-orang sudah berbondong-bondong ke langgar atau masjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri," tulis Abdul Chaer.
BACA JUGA: Asal-usul Nama Betawi: Dari Pelesetan Batavia Hingga Kotoran Manusia
Sholat Idul Fitri
Tempo dulu di Betawi, sholat selalu dilakukan di masjid atau langgar, bukan di tanah lapang seperti sekarang. Andaikata di dalam langgar atau masjid sudah penuh, maka yang datang kemudian melakukannya di halaman langgar atau masjid. Imam dan khatib tetap berada di dalam, tidak di luar.
Biasanya selesai sholat Id, jamaah tidak langsung pulang ke rumah. Mereka saling salam-salaman dulu untuk maaf-maafan.
Selesai acara di masjid baru jamaah pulang ke rumah atau berziarah dulu ke makam orang tua dan sebagainya. Sesudah itu, baru saling berkunjung ke rumah tetangga atau ke rumah famili dekat.
Bagi anak-anak, keliling rumah-rumah tetangga menjadi kewajiban yang tidak boleh ketinggalan, karena ibu atau bapak yang dicium tangannya sebagai tanda Lebaran akan memberinya uang. "Mereka akan gembira, dan seringkali uang yang diterima dihitung-hitung berkali-kali dan saling membandingkan jumlahnya dengan anak lain," kata Abdul Chaer.
Sehari setelah Lebaran, banyak yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Puasa syawal dilakoni karena pahalanya besar. Nanti setelah selesai, mereka akan 'berlebaran' lagi, dengan memasak ketupat seperti Lebaran satu Syawal. (MHD)
Pantangan Orang Betawi: Dilarang Makan Pisang Dempet Hingga Nyari Kutu Habis Ashar
Mengenal Sabeni, Jawara Betawi dari Tanah Abang
Dinasti Mesir Kuno Mana yang Memerintah Paling Lama?
On This Day: 28 Maret 1830, Belanda Tangkap Pangeran Diponegoro Saat Berunding
Pesan Buya Hamka: Jangan Buat Diri Merana karena Penyakit Jiwa
Catat, Ini Jadwal dan Lokasi Gerhana Matahari 2023 di Indonesia
Pernah Ditanya Soal Perbedaan Waktu Hari Raya, Ini Jawaban Buya Hamka
Sejarah Panjang Jalan Tol di Indonesia, dari Jagorawi Hingga Tol Bima
Kisah Soedirman: Guru SD yang Jadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat