REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebaran tinggal menghitung hari, daftar makanan yang hendak dicicipi sudah mulai tertulis dalam benak. Jika tidak diatur, maka bisa semua jenis makanan dicoba dan bisa berdampak kurang baik meskipun hanya berlaku dua hari saja.
Pakar nutrisi dr Tan Shot Yen mengatakan, banyak orang sudah colong start sejak memasuki Ramadhan. “Kita udah mulai di bulan Ramdhan, bukber bukber,” ucap dia dalam live Instagram bersama Kemenkes RI bertajuk "Cegah Lebar-an Saat Lebaran", Selasa (18/4/2023).
Biasanya berbuka puasa menjadi ajang makan yang kadang terlalu kekenyangan. Misalnya, ada juga yang berbuka puasa di rumah makan padang, kemudian memakan beberapa menu Lebaran seperti opor dan rendang.
Menurut dr Tan, Lebaran menjadi seperti bomnya. Memang, makan banyak dalam sehari Lebaran bukan lantas langsung membuat seseorang terkena hipertensi atau diabetes. Ketupat, rendang, sayur labu, opor ayam, sambal goreng ati, semuanya adalah makanan yang baik. Tetapi dr Tan memberikan tips agar bisa mengatur porsi ketika makanan Lebaran melimpah ruah di mana-mana.
“Lebaran hari pertama abis Sholat Ied, makan siang lengkap, selesai, itu aja. Kalau jalan ke rumah mertua, saudara, jilid kedua, jangan pakai menu yang sama,” kata dia.
Ini dikarenakan ketika menjelang sore, rendang atau opor biasanya sudah dihangatkan ulang. Artinya, santan yang terkandung sudah menjadi lemak jenuh. “Jadi kita kalau sudah di rumah kedua dan seterusnya, kita pilih makan es buahnya aja, rujak penganten, asinan betawi. Jadi triknya kayak begitu,” ujar dr Tan.
Ketika di rumah pertama sudah memakan menu rendang dan opor, maka di rumah kedua cari menu yang baru. Jika terlalu banyak makan makanan bersantan, perut akan terasa begah dan membuat tidak nyaman.
Dia juga menyarankan bagi mereka yang ingin melakukan open house untuk memberikan variasi menu. Misalnya, jangan semua menu bersantan dan berempah banyak, jadi harus juga menyajikan menu ringan seperti soto bandung atau tekwan.
“Jadi dengan demikian, orang-orang yang bertamu nggak begitu rikuh di rumah kita. Jadi yang menyajikan makanan juga harus kita edukasi,” kata dr Tan.