DIPLOMASI REPUBLIKA, NEW DELHI – India menjadi negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Menurut proyeksi PBB, pada pertengahan tahun ini, India menyalip Cina dalam hal jumlah penduduknya. Selisihnya hampir tiga juta jiwa.
Merujuk data United Nations Population Fund's (UNFPA) "State of World Population Report" yang dirilis Rabu (19/4/2023), jumlah penduduk India pada pertengahan tahun nanti berkisar 1,4286 miliar jiwa. Sedangkan Cina 1,4275 miliar jiwa. Selisih 2,9 juta jiwa.
Amerika Serikat (AS) berada di urutan ketiga dengan 340 juta jiwa pada akhir Juni 2023 mendatang. Kesimpulan ini didasarkan pada data yang terhimpun hingga Februari 2023. Indonesia di posisi keempat dengan 277,5 juta jiwa dan kelima Pakistan yang berpenduduk 240,5 juta jiwa.
Satu-satunya negara Afrika, Nigeria berada di urutan keenam dengan jumlah penduduk 223,8 juta jiwa, Brasil ketujuh yakni 216,4 juta, urutan berikutnya Bangladesh yang berpenduduk 173 juta, Rusia 144,4 juta, dan posisi kesepuluh Meksiko dengan penduduk 128,5 juta jiwa.
Para ahli menggunakan data sebelumnya dari PBB, memperkirakan jumlah penduduk India akan melampaui Cina. Namun laporan terakhir PBB saat itu tidak menyebutkan secara spesifik terkait waktunya.
Para pejabat PBB yang menangani masalah ini beralasan, tak disebutkannya secara spesifik soal waktu karena ketidakpastian rujukan data populasi baik dari Cina maupun India. Sensus penduduk terakhir India dilakukan pada 2011.
Jadwal sensus berikutnya mestinya 2011 tetapi urung dilakukan karena terhalang pandemic Covid-19. Meski Cina dan India memiliki porsi lebih dari sepertiga penduduk di dunia yang sebanyak 8,045 miliar tetapi pertumbuhan penduduk kedua negara melambat.
Tahun lalu, jumlah populasi Cina melorot untuk pertama kalinya dalam kurun enam dekade. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin menegaskan, soal populasi ini Cina tak ingin hanya soal kuantitas tetapi juga kualitas.
‘’Populasi penting tetapi keterampilan pun penting,’’ kata Wang, Rabu (19/4/2023). Di sisi lain, tak respons resmi dari India mengenai data terakhir yang dikeluarkan UNFPA. Seorang menteri federal menuturkan, isu ini tak dibahas dalam rapat kabinet pada Rabu.
Sejak 2011, rerata pertumbuhan populasi India per tahunan sebesar 1,2 persen. Ini menurun dibandingkan data dekade sebelumnya yang mencapai 1,7 persen.
Laporan UNFPA mengungkapkan, dari survei 2023 terungkap hal paling dibicarakan di India, Brasil, Mesir, dan Nigeria adalah populasi yang terlalu besar dan tingkat kesuburan terlalu tinggi.’’Muncul kekhawatiran di publik soal ini,’’ kata Andrea Wojnar, perwakilan UNFPA India yang dikutip dalam laporan.
India, menurut Poonam Muttreja, dari Population Foundation of India, telah menempuh banyak cara untuk menangani pertumbuhan populasi.’’Di waktu yang sama, kami perlu yakin anak perempuan dan perempuan dewasa tak didorong ke pernikahan dan kehamilan dini.’’
Pengantin anak
Estimasi UNICEF yang dikeluarkan pada hari yang sama, Rabu (19/4/2023), Asia Selatan menjadi kawasan dengan jumlah pengantin anak terbesar di dunia. Meningkatnya tekanan keuangan dan penutupan sekolah akibat Covid-19 menjadi penyebabnya.
Faktor ini memaksa keluarga menikahkan anak perempuannya yang masih belia. Terdapat 290 juta pengantin anak atau 45 persen dari total dunia. ‘’Faktanya, Asia Selatan memiliki pernikahan anak tertinggi,’’ kata Direktur Regional untuk Asia Selatan UNICEF, Noala Skinner.
Pernikahan anak, ujar Skinner, membuat anak perempuan tak lagi bisa belajar serta mengancam kesehatan dan kesejahteraan mereka. Studi terbaru UNICEF termasuk dengan wawancara di 16 lokasi di Bangladesh, India, dan Nepal menyuguhkan fakta memprihatinkan.
Yakni, banyak orang tua melihat pernikahan merupakan pilihan terbaik untuk anak-anak perempuannya akibat terbatasnya opsi untuk belajar selama lockdown Covid-19. Usia legal untuk menikah bagi perempuan di Nepal adalah 20, India 18 tahun, Sri Lanka dan Bangladesh 16 tahun.
Sedangkan di Afghanistan 16 tahun. Di Pakistan 16 tahun kecuali di Provinsi Sindh, minimal 18 tahun. UNICEF menambahkan, keluarga terdesak persoalan finansial selama pandemi, akhirnya menikahkan anak perempuannya yang masih muda untuk mengurangi pengeluaran.
Solusi potensial yang bisa ditempuh, menurut UNICEF, adalah menegakkan perlindungan sosial untuk menangkal kemiskinan, melindungi hak pendidikan anak, penegakan hukum, serta mencermati norma-norma sosial yang ada. n (reuters/fer)