REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersama tim yang terdiri dari berbagai unsur terkait, tengah merancang atau menyusun buku pedoman penyempurnaan ejaan bahasa Bali dengan aksara latin.
"Landasan pemikiran dari pembuatan buku pedoman ini untuk mewujudkan pedoman bahasa Bali yang baik ke depannya, juga agar mudah dipahami masyarakat dan bisa digunakan di dunia pendidikan," kata akademisi Universitas Dwijendra Anak Agung Gede Putra Semadi di Denpasar, Rabu (19/4/2023).
Agung Putra menyampaikan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam acara FGD (diskusi kelompok terfokus) jelang pelaksanaan Pasamuhan Agung Basa Bali VIII Tahun 2023 yang digelar Dinas Kebudayaan Provinsi Bali
Menurut dia terutama yang paling penting menjadi dasar itu adalah bagaimana menuliskan ejaan Bali latin berdasarkan dari tradisi tulis pasang aksara Bali, karena memang pembinaan dan tanggungjawab terkait hal tersebut sudah dilimpahkan ke daerah.
"Ejaan bahasa Bali yang diharapkan ke depan itu ingin ada perubahan dari pengucapan kemudian mengacu pada pasang aksara Bali yang sudah ada. Tanda baca juga tidak bisa dihindari dari ejaan bahasa Indonesia yang sudah disempurnakan," ujarnya.
Buku pedoman penyempurnaan ejaan bahasa Bali dengan aksara latin tersebut ditargetkan bisa rampung dalam beberapa bulan ke depan setelah selesai penyelenggaraan Pasamuhan Agung Basa Bali VIII Tahun 2023.
Agung Putra menambahkan, selain membuat buku pedoman, nantinya melalui FGD ini juga akan membuat satu kamus yang berkaitan dengan aplikasi yang terkait dengan unsur-unsur penyerapan bahasa lain ke bahasa Bali.
I Ketut Ngurah Sudibra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana selaku narasumber berikutnya mengatakan dengan buku pedoman tersebut berapa aturan disederhanakan sehingga semakin mudah dipelajari dan ketertarikan untuk belajar bahasa Bali semakin kuat.
"Jadi otomatis nanti kita berharap aksara bahasa Bali dan latinnya lebih menarik, dan bergairah untuk dipelajari terutama untuk pelestarian," ujarnya.
Selama ini ejaan latin Bahasa Bali telah diajarkan dari jenjang pendidikan SD hingga SMA hanya saja pendalamannya berbeda-beda.
"Selain agar Bahasa Bali tidak ditinggalkan, acara ini juga berfungsi untuk melakukan pelestarian sekaligus mencintai kembali bahasa Bali," ujarnya.
Terkait materi yang dibicarakan pada FGD Bahasa Bali ini akan dituntaskan di Pasamuhan Agung yang akan dilaksanakan pada Mei mendatang.
Selanjutnya hasil itu dari pihak pemerintah melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bekerjasama dengan lembaga perlindungan lembaga aksara sastra Bali akan disosialisasikan.
"Hasil Pasamuhan Agung ini yang sudah berupa buku pedoman akan disampaikan pada masyarakat dan juga ke sekolah sehingga memiliki persepsi yang sama. Masyarakat pun tak kesulitan mempresentasikan pedoman ini ke depannya," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Disbud Bali AA Ngurah Bagawinata mengatakan peran dari Disbud dalam pembuatan buku pedoman ini sebenarnya wujud dari penjabaran Pergub Bali No 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
"Jadi salah satu amanat dari Pergub itu diatur pelaksanaan Pasamuhan Agung. Baru bisa terselenggara tahun ini karena sebelumnya terjadi pandemi," katanya.
Agenda Pasamuhan Agung ini ada beberapa yang harus diawali diantaranya FGD ada tiga kali. Untuk FGD difokuskan soal ejaan bahasa Bali dan bukan ke sastranya.
"Kami memfokuskan bagaimana masyarakat mampu melaksanakan, berbuat dan berkaitan dengan aksara ini terutama aksara latin dan Bali," ujarnya.