REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan, BASF dan Volkswagen (VW) siap berinvestasi menjadi pemain industri baterai kendaraan listrik di Indonesia. Maka, pemerintah dinilai perlu melakukan berbagai persiapan agar investasi itu berjalan lancar.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan, ada empat hal yang harus dilakukan pemerintah supaya realisasi investasi VW dan BASF tidak mangkrak. Pertama, membentuk tim teknis untuk mempersiapkan kebutuhan lahan, Sumber Daya Manusia (SDM), perizinan, hingga koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan perusahaan lokal.
"Biasanya calon investor akan melakukan due dilligences atau uji kelayakan terhadap suatu proyek dan lokasi. Proses ini akan memakan waktu cukup lama, sehingga hambatan di lapangan bisa dibantu oleh tim khusus," ujar Bhima kepada Republika, Kamis (20/4/2023).
Kedua, lanjutnya, investor asal Eropa yang menekankan Environment, Social, and Good Governance (ESG) membutuhkan kepastian regulasi di Indonesia. Khususnya di bidang pertambangan nikel, bauksit, dan critical minerals atau mineral esensial untuk transisi energi, memiliki safeguard atau perlindungan terhadap lingkungan hidup, hingga masyarakat sekitar tambang.
Selama ini, kata dia, banyak investor mundur ketika proses due dilligences karena menemukan kerusakan lingkungan dan berdampak negatif ke komunitas masyarakat yang diakibatkan aktivitas tambang. Lalu banyak ditemukan pembangunan PLTU batu bara di kawasan pemurnian nikel menjadi kendala dari sisi investor negara maju.
"Apalagi sejak adanya UU (Undang-Undang) Cipta Kerja, perlindungan lingkungan hidup dan kriminalisasi masyarakat penolak tambang cukup marak. Perusahaan sekelas VW pasti akan menjaga rantai pasok yang bersih, sehingga tidak merusak citra produk akhir," tutur dia.
Ketiga, lanjut Bhima, meski banyak perizinan ditarik ke pusat usai UU Cipta Kerja, namun peran pemda tetap penting dalam memastikan kualitas dan realisasi investasi. Hal ini menurutnya, sering menjadi hambatan, karena pemdanya acuh tak acuh atas komitmen investasi.
Ia mengatakan, keempat beberapa proyek hilirisasi nikel yang didominasi perusahaan China telah memiliki buyer atau rantai pasok tersendiri, terutama dengan perusahaan aluminium dan baterai di China. "Jadi apakah BASF dan VW punya preferensi khusus untuk merebut pasokan nikel itu? Kelihatannya kan tidak mudah," ujarnya.