REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Niam Sholeh, mengatakan, sehubungan dengan kemungkinan terjadinya perbedaan dalam menentukan waktu awal Syawal 1444 Hijriyah dan adanya kesimpangsiuran informasi atau pandangan keagamaan terkait hukum puasa di hari Jumatnya, maka disampaikan catatan sebagai berikut.
"Pertama, penentuan awal Ramadhan, syawal dan Dzulhijjah merupakan wilayah ijtihadiyah yang membuka kemungkinan terjadinya perbedaan di kalangan fuqaha. Secara keilmuan, memang dimungkinkan terjadinya perbedaan," kata Kiai Niam melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Kamis (20/4/2023).
Kiai Niam menjelaskan, terjadinya perbedaan pendapat pada masalah yang berada dalam majal al-ikhtilaf (wilayah dimungkinkannya terjadi perbedaan) harus mengedepankan toleransi.
Dia mengatakan, catatan kedua, penentuan awal Syawal 1444 Hijriyah sebaiknya menunggu hasil penetapan yang dilakukan oleh pemerintah yang diawali dengan sidang isbat.
Sidang tersebut diikuti perwakilan ormas Islam, ahli-ahli di bidang astronomi dan falak, serta pertimbangan MUI.
Catatan ketiga, mengingat untuk tahun 1444 Hijriyah ini hilal berada dalam ketinggian yang berada dalam majal al-ikhtilaf (wilayah perbedaan pendapat). Maka dipastikan akan terjadi perbedaan waktu penetapan hari raya Idul Fitri. Karena itu, perlu ada semangat saling menghormati atas terjadinya perbedaan tersebut.
"Perbedaan yang didasarkan pada petimbangan ilmu akan melahirkan kesepahaman (tafahum), bukan pertentangan (tanazu') dan permusuhan ('adawah). Karenanya, beragama perlu dengan ilmu sehingga muncul spirit harmoni dan kebersamaan," ujar Kiai Niam.
Baca juga: Yang Terjadi Terhadap Tentara Salib Saat Shalahuddin Taklukkan Yerusalem
Kiai Niam menambahkan, terhadap perbedaan tersebut, bagi yang menggunakan ijtihad dengan patokan wujudul hilal, dan bagi yang meyakini serta mengikuti pandangan bahwa Idul Fitri jatuh pada hari Jumat, maka pada Jumat dia melaksanakan sholat Idul Fitri dan tidak boleh berpuasa.
Sementara bagi yang menggunakan ijtihad dengan patokan rukyah atau hisab imkanur rukyah dengan kriteria ketinggian hilal 3 derajat, dan bagi yang meyakini serta mengikuti pandangan bahwa Idul Fitri jatuh pada Sabtu (22/4/2023).
Maka pelaksanaan sholat Idul Fitri dilaksanakan pada Sabtu dan tidak boleh berpuasa pada Sabtu. Sedang pada Jumatnya masih wajib berpuasa. "Beragama perlu dengan ilmu. Jika tidak (memiliki ilmu), maka kita mengikuti orang yang berilmu," kata Kiai Niam.