REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Lebaran atau Idil Fitri tahun 1444 H ini terjadi perbedaan, ada yang melaksanakannya hari Jumat dan ada yang melaksanakan hari Sabtu. Mungkin timbul pertanyaan apakah perbedaan ini karena perbedaan metode yang digunakan, yaitu rukyah dan hisab? Mungkin untuk melacak perbedaan ini perlu ditelisik dahulu apa rukyah dan apa hisab?
Metode rukyat atau ru’yatul hila adalah aktivitas pengamatan hilal dengan melihat secara langsung atau menggunakan teleskop. Semetara hilal adalah nampaknya bulan sabit muda pertama setelah terjadinya konjungsi (ijtimak atau bulan baru) di arah matahari terbenam. Waktu pengamatan hilal dilakukan pada hari ke-29 Ramadhan untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum.
Dalam metode rukyat ini, visual hilal yang teramati dengan standar tertentu akan menjadi tanda bahwa esok hari akan jadi hari pertama bulan dalam kalender Hijriyah.
Namun jika hilal tidak terlihat maka disepakati bahwa besok harinya masih bulan yang sama bukan bulan baru. Ketentuan ini berlaku baik untuk penentuan awal bulan Ramadhan dan bulan-bulan lain termasuk Syawal.
Hal ini disebut dengan istikmal atau pembulatan jumlah hari sampai tiga puluh hari sebelum dimulainya bulan yang baru. Kelompok ini mendasarkan pendapatnya kepada sabda Rasulullah SAW.
صوموا لرؤيته، وأفطروا لرؤيته فإن غم عليكم؛ فأكملوا عدة شعبان ثلاثين . متفق عليه
"Berpuasalah kalian semua karena melihat bulan dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihat bulan. . Maka jika terjadi mendung (bulan tidak tampak) sempurnakanlah (bulan Sya’ban) itu tiga puluh hari."
Adapun metode hisab adalah serangkaian proses perhitungan yang salah satunya bertujuan menentukan posisi geometris benda langit untuk kemudian mengetahui waktu di mana benda langit menempati posisi tersebut, atau mengetahui apakah suatu siklus waktu sudah mulai atau belum.
Cara menentukan awal bulan, termasuk tanggal 1 syawal ini berguna dalam menentukan awal bulan pada kalender Qamariah atau bulan dalam kalender Hijriyah. Mereka merujuk antara lain surat Yunus ayat 5.
هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ ٱلشَّمْسَ ضِيَآءً وَٱلْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا۟ عَدَدَ ٱلسِّنِينَ وَٱلْحِسَاب
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)." (QS Yunus 5)
Kelompok ini memaknai hadits ru’yatul hilal tidak diartikan secara harfiyah tetapi dengan memahami ilatnya yaitu kondisi umat pada saat itu masih belum mengenal tulis baca dan hisab (ummi), sehingga untuk memudahkan Nabi saw memerintahkan sarana yang tersedia saat itu, yaitu rukyat .
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Pada tahun ini, menurut Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin tidak ada perbedaan antara kedua metode itu, yang terjadi adalah perbedaan kriteria.
Menurut Djamaluddin berdasarkan perhitungan astronomi kondisi bulan pada tanggal 29 Ramadhan 1444 bertepatan hari Kamis 20 April 2023 adalah di bawah 3 derajat, maka Pemerintah mendasarkan pendapatnya kepada sabda Rasulullah SAW di atas
صوموا لرؤيته، وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم؛ فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
"Berpuasalah kalian semua karena melihat bulan dan berbukalah (Idul Fitri) karena melihat bulan. Maka jika terjadi mendung (bulan tidak tampak) sempurnakanlah (bulan Sya’ban) itu tiga puluh hari."