REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menilai salah satu akar untuk menyelesaikan perbedaan dalam menentukan awal Syawal adalah dengan menyepakati penggunaan kalender Islam global.
Haedar mengatakan kalender global telah disepakati dalam konferensi negara dan organisasi Islam sedunia pada 2016 lalu.
"Kalau kita masih merasa perbedaan ini masalah, maka kita cari akarnya, akarnya apa? Menyatukan hisab dan rukyat itu memang susah karena dua metode ini tidak bisa dipisahkan. Jika kita ingin keluar dari ini maka kita menuju pada kesepakatan global yakni ada kalender Islam global tunggal sebagaimana sudah disepakati dalam konferensi negara dan organisasi islam sedunia pada 2016," kata Haedar, Jumat (21/4/2024)
Dia mengungkapkan kalender global tersebut merupakan hasil dari metode hisab. Dengan adanya kalender global tersebut nantinya penanggalan pelaksanaan ibadah akan sama sebagaimana dalam sistem penanggalan masehi.
"Maka seperti kita menjalani kehidupan masehi. 1 Januari pasti, akhir Januari pasti, Desember pasti. Teman-teman yang natal itu kan tetap pasti 25 Desember dan nggak ada perselisihan. Umat islam mestinya juga memiliki kalender global itu. Karena pelaksanaan ibadahnya memang ibadah serentak. Bahwa zona negara berbeda itu kan berjalan tetap pasti dengan tanggal itu. Itu lah kelebihan kalender global," jelasnya.
Untuk itu menurutnya maka perlu terus dilakukan dialog. Selain itu, apalagi bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan Bhineka Tunggal Ika.
"Maka ya kita harus menuju pada satu kesatuan di dalam kalender. Mestinya itu," ungkapnya.
Baca juga: 6 Fakta Seputar Saddam Hussein yang Jarang Diketahui, Salah Satunya Anti Israel
Namun dia menambahkan, sejauh pemerintah belum bisa menyepakati adanya kalender global, maka pemerintah perlu bersikap adil dan bijaksana. Pemerintah juga tidak perlu melarang-larang umat Islam lainnya untuk menggelar sholat Idul Fitri.
"Juga tidak perlu terus meminta-minta supaya mengikuti pemerintah, karena ini soal ijtihad dalam beragama," ucapnya.
Menurut Haedar, pemerintah seharusnya bisa mengambil kebijakan yang tepat jika ada perbedaan terkait mazhab dan ijtihad. Haedar menuturkan, pemerintah bisa mengatur melalui regulasi seperti pengaturan hari libur.
"Saya pikir suatu saat juga akan ke sana ketika DPR, eksekutif, dan warga bisa bersepakat kesitu. Tapi kalau masih belumM, hargai, ayomi dan adil," tuturnya.