REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pengamat politik Universitas Brawijaya Malang Wawan Sobari menilai penetapan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden yang diusung PDI Perjuangan untuk Pemilu 2024 merupakan satu langkah strategis. Terutama guna membangun koalisi dengan partai politik lain.
Menurut Wawan, untuk kontestasi Pemilu 2024, PDI Perjuangan perlu mengambil langkah untuk berkoalisi dengan partai lain. Hal itu karena pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 memerlukan energi lebih.
"Tidak mungkin hanya mengandalkan satu partai, meskipun secara konstitusional memenuhi syarat. Jadi, harus berkoalisi dengan partai lain," jelasnya.
Ia melihat, peluang untuk berkoalisi dengan Partai Gerindra memang sudah sulit untuk dilakukan saat ini, karena partai tersebut memiliki mandat untuk mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal capres.
Sementara itu, Partai NasDem juga sudah mencalonkan mantan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjadi bakal capres, namun Partai Golkar, menurut Wawan, masih ada peluang untuk berkoalisi.
"Kalau partai lain memungkinkan, seperti Golkar dengan Airlangga Hartarto atau Ridwan Kamil. Tapi perlu diingat, ada beberapa nama juga yang layak, seperti Erick Thohir atau Sandiaga Uno," katanya.
Pada bagian lain, Wawan juga berpendapat dipilihnya Ganjar sebagai capres merupakan pilihan realistis bagi PDIP. Meskipun penetapan itu sedikit terlambat, elektabilitas Ganjar memang paling tinggi di antara tokoh-tokoh internal PDI Perjuangan.
"Meskipun agak terlambat, saya pikir ini pilihan realistis bagi PDI Perjuangan karena hasil survei menunjukkan bahwa elektabilitas Ganjar paling tinggi di antara tokoh PDI Perjuangan lainnya," katanya.
Terkait penolakan Ganjar Pranowo terhadap kedatangan tim Israel, yang berimbas pada pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 beberapa waktu lalu, Wawan menilai hal itu memang berdampak pada penurunan elektabilitas Ganjar.
"Hasil survei beberapa lembaga, memang ada penurunan elektabilitas, tapi bagi saya itu hanya sementara," katanya.