REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Kelompok paramiliter Sudan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada Jumat (21/4/2023) mengumumkan kesiapannya untuk membuka sebagian bandara Sudan. Langkah ini dapat memungkinkan negara lain mengevakuasi warga negara mereka.
"Pasukan Pendukung Cepat menegaskan kesiapan penuh untuk bekerja sama, mengoordinasikan, dan menyediakan semua fasilitas yang memungkinkan ekspatriat dan misi meninggalkan negara dengan aman," kata pernyataan RSF.
Namun tidak diketahui sejauh mana RSF mengontrol bandara Sudan. Sebelumnya RSF menyetujui gencatan senjata selama 72 jam pada Jumat (21/4/2023) pukul 6 pagi untuk Idul Fitri. Sejauh ini tidak ada komentar mengenai gencatan senjata dari tentara dan pemimpinnya, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
"Gencatan senjata bertepatan dengan Idul Fitri untuk membuka koridor kemanusiaan dalam mengevakuasi warga dan memberi mereka kesempatan untuk menyapa keluarga mereka," kata RSF dalam sebuah pernyataan.
Pertempuran antara RSF dan tentara Sudan meletus pada Sabtu (15/4/2023). Pertempuran ini menggagalkan rencana yang didukung secara internasional untuk transisi ke demokrasi sipil, empat tahun setelah jatuhnya otokrat Islam Omar al-Bashir dan dua tahun setelah kudeta militer.
RSF mengatakan, mereka harus bertindak membela diri untuk menggagalkan upaya kudeta. RSF berkomitmen untuk gencatan senjata penuh selama periode gencatan senjata.
Sedikitnya 350 orang tewas dalam perebutan kekuasaan antara dua pemimpin junta militer yang sebelumnya bersekutu. Konflik tersebut telah memupus harapan terkait kemajuan Sudan menuju demokrasi, dan dapat menyebabkan persaingan regional antara Rusia dan Amerika Serikat.
RSF sebelumnya mengutuk militer karena melakukan serangan pada Jumat pagi di Khartoum.
“Pada saat ini, ketika warga bersiap menyambut hari pertama Idul Fitri, lingkungan Khartoum terbangun karena pemboman pesawat dan artileri berat dalam serangan besar-besaran yang langsung menargetkan lingkungan perumahan,” kata RSF.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Kamis (20/4/2023) menyerukan gencatan senjata untuk memungkinkan warga sipil mencapai keselamatan. Ribuan warga sipil mengalir keluar dari Khartoum saat tembakan dan ledakan terdengar pada Kamis. Sejumlah besar warga menyeberang ke Chad untuk melarikan diri dari pertempuran di wilayah barat Darfur.
Sekelompok dokter mengatakan, sedikitnya 26 orang tewas dan 33 lainnya luka-luka di El-Obeid, sebuah kota di sebelah barat Khartoum, pada Kamis. Saksi mata di kota itu menggambarkan, bentrokan antara tentara dan pasukan RSF serta penjarahan yang meluas.