Polisi bergaji 23 gulden per bulan pada 1939, banyak yang bilang itu gaji bagus. Tapi, belum tentu juga. Sebab pada 1937, ada kuli terampil yang memiliki upah 31,83 gulden per bulan.
Maka, polisi pribumi dengan gaji 23 gulden itu, terlilit utang. Terutama untuk memenuhi kebutuhan Lebaran. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 3 Mei 1939 menceritakan, ia semula dikenal sebagai polisi yang baik. Pernah mendapat bonus karena pernah menangkap pencuri. Menjadi polisi sejak 1930, ia susah memiliki istri dan anak. Setiap Lebaran, mereka memerlukan baju baru dan segala kebutuhan untuk merayakan Lebaran secara layak.
Tidak disebutkan jumlah utang yang dia punyai, tetapi pada saatnya membayar utang, ia tidak memiliki uang. Utang itu telah membuat ia “gila”. Ia meninggalkan pekerjaan, pergi menggunakan pakaian sipil lalu meminta-minta di perjalanan. Jika ini kejadian sekarang, mungkin ia sudah terjaring razia Satpol PP.
Istrinya tidak tahu kemana ia pergi. Teman-temannya juga tidak tau keman aia ia pergi. Baru diketahui setelah lima minggu meninggalkan tugas, ia berada di Tasikmalaya. Ia mengaku heran berada di Tasikmalaya. Dari Batavia, ia pergi Meester Cornelis (Jatinegara, ibu kota Kabupaten Batavia), terus ke Bekasi, Karawang, Cikampek, Bandung, lalu Tasikmalaya.
Selama di perjalanan ternyata ia mengaku sebagai pengangguran dan membutuhkan pekerjaan. Ia tak ingat jika dirinya polisi. Banyak orang yang membantunya di perjalanan, memberinya tempat menginap, sehingga ia bisa melanjutkan perjalanan esok harinya.
Setelah sadar ia berada jauh dari Batavia, ia kembali ke Batavia, lalu melaporkan dirinya ke kantor. Tapi disiplin harus ditegakkan. Ia telah lima minggu meninggalkan tugas. Hakim menjatuhi hukuman dua minggu masa tahanan.
Jika semua polisi yang terkilit utang untuk merayakan Lebaran bertindak seperti dia, bagaimana tugas-tugas polisi nanti?
Ma Roejan