REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tradisi silaturahim adalah budaya Islam. Di mana Rasulullah SAW sendiri yang mengajarkan, salah satunya silaturahim yang dilakukan saat lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis, menceritakan bagaimana Idul Fitri di zaman Rasulullah SAW. M
enurut dia, Rasulullah SAW menjalankan sholat Idul Fitri dan setelahnya melakukan silaturahim.
"Bahkan dalam silaturahim, Rasulullah SAW menebar kebahagiaan dan mengajarkannya," kata Kiai Cholil saat dihubungi Republika.co.id, belum lama ini.
Pihaknya menjabarkan, pernah saat Idul Fitri terdapat anak-anak muda di keluarga Rasulullah SAW yang bermain hadrah sehingga membuat Sayyidina Abu Bakar menegur mereka karena khawatir mengganggu Rasulullah SAW.
Namun demikian, bukannya marah, Nabi justru melarang Sayyidina Abu Bakar untuk menegur anak-anak muda tersebut. Alasan Nabi adalah karena anak-anak itu sedang bahagia di Idul Fitri.
“Sehingga di zaman Nabi pun, mereka merayakan kebahagiaan. Kita pun boleh, asal berbahagianya tidak berlebihan,” kata dia.
Kiai Cholil mengingatkan bahwa saat Syawal tiba umat Islam perlu memastikan bahwa setiap diri telah terbiasa dengan kebiasaan di Ramadhan sehingga dapat diterapkan di Syawal.
Makanya, kata dia, guna melengkapi puasa Ramadhan maka terdapat puasa selama puasa enam hari di bulan Syawal.
Di sisi lain, dia mengingatkan agar selama sebulan penuh menjalani ibadah di bulan Ramadhan, umat Islam dapat menjalankan 11 bulan ke depan dengan sebaik-baiknya.
Anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Ustadz Oni Sahroni menjabarkan mengenai bagaimana kesalehan sosial yang dapat dilakukan saat Syawal tiba nanti.
Dia juga menerangkan bagaimana cara memaknai Ramadhan yang telah berlalu dengan sebaik-baiknya.
Salah satu ibadah khas Syawal yang baik yakni dengan bersilaturahim kepada orang tua, anak kepada keluarga, dan lain sebagainya.
Menurut dia, jika bersilaturahim menjadi amalan yang ditunaikan kepada orang lain, maka kepada keluarga sendiri itu lebih berhak untuk ditunaikan.
“Sebagaimana tradisi yang baik di Indonesia, di mana awal Syawal itu ada momentum mudik untuk bersilaturrahim untuk mengetahui kondisi keluarga, maka itu semaksimal mungkin memberikan jalan keluar saat menemui kesulitan dalam keluarga,” kata Ustadz Oni saat dihubungi Republika.co.id, belum lama ini.
Baca juga: Yang Terjadi Terhadap Tentara Salib Saat Shalahuddin Taklukkan Yerusalem
Dalam silaturahim, kata dia, aktualisasi kesalehan sosial juga dapat diterapkan dengan cara berbagi, berdonasi, membantu kebutuhan orang tua maupun kerabat yang membutuhkan bantuan. Karena berbagi dinilai sebagai aktivitas yang paling dicintai oleh Allah SWT.
Dia melanjutkan, yang paling prioritas dalam kesalehan sosial adalah membersamai dhuafa.
Dengan meringankan kebutuhan mereka, kata dia, memberikan materi jika memilikinya sebagai seorang hartawan atau bukan, atau berbagi mengorbankan tenaga dan pikiran untuk mereka, diharapkan hal tersebut bisa menjadi solusi bagaimana masalah-masalah dhuafa bisa terselesaikan. “Khususnya jika ada di antara dhuafa tersebut adalah bagian dari keluarga,” kata Ustadz Oni.